Walhi dan Komunitas Lokal di Desa Nusantara

 

Desa Nusantara Menuju Desa Ekologis

Assalamualaikum...

Hai... masih ingat dengan WALHI? Iya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang beberapa kali saya ulas di blog. Apa yang kalian tau kalau saya sebut soal Walhi? tentu saja bahasan tentang lingkungan, alam, hutan, pelestarian lingkungan, bencana alam, ya semuanya. WALHI adalah organisasi lingkungan hidup non profit terbesar di Indonesia. Kali ini bahasannya terkait Walhi dengan Desa Nusantara. Obrolannya kali ini agak berat sih, tapi karena saya zoomnya bareng sama #EcoBloggerSquad maka tema-tema berat tentang lingkungan memang jadi topik yang biasa dan hangat kami bahas. 

Bahasan kali ini adalah tentang desa Nusantara, bagaimana sebuah desa bisa berperan untuk menjaga bumi menjadi lebih baik. kali ini saya juga akan membahas banyak istilah-istilah baru yang mungkin masih asing didengar dengan narasumber adalah dari tim WALHI Nasional dan WALHI Sumatra Selatan.


Tim WALHI dan Perwakilan Komunitas Lokal

WALHI MENDUKUNG WILAYAH KELOLA RAKYAT (WKR)


Sejak lama, tepatnya mulai tahun 1990, WALHI selalu mengutamakan peran masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL) untuk mengelola sumber daya alam agar terus berkelanjutan dan terus mempromosikan konsep Sistem Hutan Kerakyatan (SHK) agar pengelolaan hutan bisa lebih mementingkan masyarakat daripada korporasi. Karena natanya di Indonesia itu banyak pengelolaan hutan yang mengeksploitasi hutan secara berlebihan, sedangkan dampaknya tidak diperhitungkan secara benar.


Selama ini juga pemerintah seperti ingin melakukan pemerataan pembangunan dengan cara menyamakan semua konsep usaha secara merata. Padahal Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati dan seharusnya memiliki konsep pengelolaan yang sesuai dengan daerah masing-masing, tidak bisa pemerataan menjadi sama bidang usahanya. Jika jenis perkebunan sawit di daerah yang satu cocok, belum tentu di daerah lain juga akan bagus di buat perusahaan berbasis tanaman sawit.  itulah kenapa tahun 2014 cakupan SHK kemudian dirubah menjadi Wilayah kelola rakyat (WKR) agar bisa menaungi pulau-pulau kecil dan pesisir dimana WALHI memastikan semua dikelola, diproduksi, dan dikonsumsi berdasarkan sumberdaya alamnya masing-masing, tidak harus dirubah menjadi pertambangan atau perkebunan.


Selama ini kita melihat Korporasi ketika memiliki kekuasaan, seringkali melakukan eksploitasi sumber daya alam suatu daerah secara berlebihan. Itulah kadang yang mengakibatkan bencana ekologis. hal ini yang kita hindari sehingga WALHI merasa perlu memberikan dukungan untuk mempertahankan sumber daya alam

Chalid Muhammad, Direktur Eksekutif Eknas Walhi periode 2005-2008 mendefinisikan bencana ekologis sebagai “akumulasi krisis ekologiss yang disebabkan oleh ketidakadilan dan gagalnya sistem pengurusan alam yang telah mengakibatkan hancurnya pranata kehidupan masyarakat.”


Dalam zoom kali ini aku menemukan titik temu yang menarik. WALHI bukan berarti tidak mendukung pemerataaan pembangunan, bukan pula menentang kemajuan zaman. Namun yang harus digaris bawahi adalah pembangunan itu akan lebih baik jika sesuai dengan kekayaan alamnya sendiri, dan itu akan lebih baik lagi juga jika dikelola komunitas lokal. Karena mereka juga yang selama ini menjaga alamnya dan membuat semua berdaya. Akan lebih baik komunitas lokal ini saja yang du support untuk semakin berdaya dan bisa mandiri memenuhi kebutuhan lokal mereka sendiri dari kekayaan alam. 


DANA NUSANTARA


Untuk bisa memajukan dan melestarikan berbagai sumber daya alam yang di kelola komunitas lokal, support berupa dana juga dibutuhkan. Menurut Bang Adam Kurniawan, selaku salah satu narasumber perwakilan dari WALHI, saat ini Sebanyak 1.1 juta Ha WKR yang dikelola WALHI dipersiapkan untuk mengakses Dana Nusantara.

Dana Nusantara adalah program pendanaan yang dikembangkan sejak tahun 2022 oleh WALHI, KPA dan AMAN yang bertujuan memberikan support kepada komunitas lokal/Masyarakat adat yang ingin mengelola sumber daya alamnya secara berkelanjutan.




Tentu saja bantuan ini di fokuskan pada komunitas lokal yang memiliki keterbatasan dalam pendanaan. Jujur saya seneng banget sama program ini. Biasanya kan komunitas lokal atau desa-desa menjadi sulit mengelola dan memajukan karena adanya keterbatasan dana.


Pada Desember 2022, Saya mendapat informasi bahwa WALHI sudah menyalurkan Dana Nusantara di 12 lokasi WKR dimana dana ini terjangkau dan mudah diakses. Salah satu dari 12 WKR yang mendapatkan dana nusantara ini adalah Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) Desa Nusantara yang berlokasi di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, dimana seluruh penduduk yang tinggal disana adalah transmigran asal pulau Jawa.


Desa Ekologi adalah sebuah sistem kelola wilayah pedesaan yang terpadu dan melibatkan seluruh pihak baik dalam proses tata kuasa, kelola, produksi, dan konsumsi. Penyelenggaraannya memperhatikan fungsi sumber daya alam dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan berdasarkan nilai dan kearifan setempat. -WALHI-


Salah satu dari 12 WKR yang mendapatkan dana nusantara ini adalah Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) Desa Nusantara yang berlokasi di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, dimana seluruh penduduk yang tinggal disana adalah transmigran asal pulau Jawa.


Awal menempati Desa Nusantara tersebut adalah pada tahun 1981, sudah lebih dari 40 tahun, bukan? mereka berasal dari Kediri, Madiun, Tulungagung, Nganjuk, Mojokerto, Pandeglang dan Subang. Kebayang enggak sih dulunya mereka hanya dikasih rumah panggung dan lahan pertanian untuk dikelola sebanyak 2 ha, sementara lokasi itu berupa lahan gambut. Berat kan, bestie? tidak ada jalan, listrik, apalagi fasilitas kesehatan dan pendidikan. Gila sih, menurutku itu kaya dibuang ke hutan, aku mungkin tidak sanggup tinggal di pelosok yang hanya bisa ditempuh 3 jam melalui jalur air. Beda banget sama pulau Jawa yang maju dan mempunyai bentang alam yang subur. alhasil ya hanya bertahan hidup dengan menanam singkong, jagung dan sukun. Tapi itupun lagi-lagi harus berhadapan dengan satwa liar diarea tersebut seperti gajah dan monyet, sehingga tidak bisa dipanen.


Nah, saya pribadi juga pernah ikut Bapak saya dulu bekerja di pelosok, wilayah saya di Kalimantan Selatan ini juga dulunya banyak transmigran dari Jawa, mirip sih sama cerita di Ogan Komering Ilir. jadi sedikit terlintas dipikiran saya, oh begini juga dulunya wilayah saya mungkin. Ketika Zoom berlangsung, narasumbernya adalah salah seorang warga yang tinggal disana sejak awal, jadi saya pun turut sedih ketika beliau menceritakan bagaimana strugglenya tinggal disana dulu. Saya sempat merasakan sulitnya akses kesehatan ketika tinggal di wilayah pelosok tersebut pada tahun 1991 dimana rumah saya pun baru aliri listrik ditahun 1992.


Dengan fasilitas kesehatan yang hanya bisa ditempuh sejauh 2 KM dari Desa Nusantara, panen selalu digagalkan satwa, dan panen padi selalu gagal, plus wabah kolera yang menyebabkan banyak warga wafat, akhirnya semua pihak bekerja bakti membangun jalan. Panen padi pun akhirnya setelah bertahun-tahun gagal akhirnya berhasil dan sarang hama juga berhasil dibasmi. Akhirnya mulai bisa bercocok tanam juga untuk tanaman lain dan memelihara ikan.



Namun mirisnya, pada tahun 2005 PT. Selatan Agro Makmur Lestari (SAML) mendapat izin prinsip dari Bupati OKI, NO: 460/1998/BPN/26-27/2005, untuk menggarap lahan seluas 42 ribu ha, yang terletak di 18 desa di Kecamatan Air Sugihan, termasuk Desa Nusantara. Kebayang kan, setelah daerahnya mulai bagus terus diambil alih. Keberadaan SAML yang ingin melakukan penanaman sawit ini ternyata justru membuat lahan gambut disana menjadi mudah terbakar, dan itu tentu menjadi sesuatu yang salah. Bagaimana penduduk setempat menjadi senang jika apa yang mereka upayakan sekian lama menjadi rusak.


Wajar sih kemudian dilakukan perlawanan. itulah awal mula berdirinya forum FPNB tadi, untuk menyalurkan aspirasi rakyat lokal. dan Alhamdulillah tahun 2017 tekanan dari korporasi mulai berkurang dan benar-benar hilang saat pandemi Covid terjadi.


DESA NUSANTARA DAN WALHI


WALHI Sumatra Selatan kemudian memberikan rekomendasi FPNB ini menerima dana Nusantara, proses penerimaan pun terstruktur dengan dilakukan pemetaan, jadi tidak asal menyalurkan dana begitu saja, melainkan harus menyesuaikan juga dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi di daerah tersebut.
Pemetaan yang dilakukan bersifat partisipatif dan berkelanjutan atau biasa disebut dengan Sustainable Land Use Planning (SLUP) agar masyarakatnya sendiri nantinya diharapkan memiliki kesadaran untuk mengelola sendiri dan menjaga kesimbangannya. Dalam artian, ketika mempertahankan lahan pertanian dari okupasi perkebunan sawit maka harus diimbangi juga dengan penguatan pengelolaan lahan berkelanjutan. SEKEREN ITU...
Saya jadi berpikir ketika WALHI sudah berbuat banyak untuk pelestarian alam, saya berbuat apa ya. Apalagi kan bulan ini bertepatan dengan hari bumi, jadi ingin bergerak juga ikut mendukung.


Pemetaan Partisipatif Dana Nusantara

Dari semua paparan ini bisa ditarik kesimpulan singkat mngenai pentingnya dana Nusantara ini kemudian mensupport masarakat adat dan komunitas lokal untuk mempertahankan wilayahnya. Dalam Zoom kali ini juga Bang Yuliusman selaku Direktur WALHI Sumatra Selatan mengatakan bahwa perangkat desa dan penduduk setempat sangat mendukung berbagai kegiatan Dana Nusantara ini. Sehingga kita semua bisa optimis bahwa kedepannya Dana Nusantara ini bisa menopang banyak desa lagi untuk SLUP. Luas wilayah kelola rakyat dibawah advokasi WALHI sekarang sudah mencapai angka 1,1 juta Ha dimana WALHI ini hadir untuk memastikan Dana ini benar-benar untuk kesejahteraan komunitas, mengembangkan ekonomi lokal dan mengelola sumber daya alam agar tetap seimbang.


9 comments

  1. sumber daya alam memang kudu dikelola dgn baik, agar sustain ya mba.

    pastinya butuh dana. salute bgt dgn program ini. support SDA dgn optimal

    ReplyDelete
  2. suka banget dan setuju dengan kata-kata ini pembangunan itu akan lebih baik jika sesuai dengan kekayaan alamnya sendiri, dan itu akan lebih baik lagi juga jika dikelola komunitas lokal. Karena mereka juga yang selama ini menjaga alamnya dan membuat semua berdaya. Akan lebih baik komunitas lokal ini saja yang du support untuk semakin berdaya dan bisa mandiri memenuhi kebutuhan lokal mereka sendiri dari kekayaan alam. Pasti pembangunan akan lebih ramah lingkungan juika ini dilakukan

    ReplyDelete
  3. Kalau sumbrdaya dikelola baik di desa bisa ngebuat desa jauh berkembang. Paling tidak dengan sumber daya alam yang selalu dijaga dan dimanfaatkan berimbang membuat ekosistem bisa lebih baik. dimulai dari desa

    ReplyDelete
  4. Aku pernah dengar nih kasus sengketa antara masyarakat desa dengan PT. SAML yang berhubungan dengan kebun sawit, syukurlah jika tekanan dari korporasi sekarang makin berkurang dan semoga hilang sehingga masyarakat desa bisa hidup dan mengelola desanya dengan baik. Apalagi banyak desa terutama yang berasal dari program transmigrasi khususnya di daerah Lampung tempat asalku masih belum bisa mengembangkan desa serta lahan yang didapatnya secara maksimal.

    ReplyDelete
  5. Bener-bener jadi pengetahuan baru mengenai Desa Nusantara dan konfliknya.
    Semoga dengan adanya Dana Nusantara, masyarakat Desa Nusantara bisa mempertahankan wilayahnya dan mengelolanya untuk tetap menjaga kelestarian alam.

    ReplyDelete
  6. Tak hanya melestarikan alamnya tapi juga tata kelola masyarakat yang menjadi pemangku alam ini. Bagus sekali programnya dan tentu saja sangat membantu. Semoga makin banyak Dana Nusantara yang bisa digelontorkan agar alam Indonesia selalu lestari.

    ReplyDelete
  7. Ya ampun sedih banget denger cerita yang begitu lahan udah bagus ehh terus diambil alih oleh PT, ga habis pikir di waktu itu ya
    Memang paling tepat jika dikelola oleh masyakat desa yang memang sudah tahu wilayahnya tersebut
    Mantap dan lanjutkan untuk dukungannya kepada Desa Nusantara maupun komunitas lokal, WALHI

    ReplyDelete
  8. Salut sama Walhi karena benar2 mendampingi warga desa nusantara. Menyediakan dana agar terpakai di sana dan bisa berdikari di atas kaki sendiri

    ReplyDelete
  9. Miris banget ya, Mbak. Warga lokal sudah merawat dan mengelola lahan dengan sedemikian rupa, tapi justru korporat dengan begitu mudah mengizinkan orang luar untuk melakukan hal yang berdampak negatif bagi mereka.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan saya, Semoga bermanfaat. Ambil baiknya tinggalkan buruknya. Silakan tinggalkan komen yang santun ya tapi jangan tinggalin link hidup dan jangan berkomentar anonim ya. Apalah arti tulisan saya tanpa kehadiran kalian..