Mandai, Kuliner Enak dari Hutan Kalimantan

Pegunungan Meratus (dokpri)

Boleh jadi saya lahir di tanah Jawa. Namun sejak kecil saya tinggal dan dibesarkan di Kalimantan Selatan, jadilah saya anak Banua. Banua adalah sebutan untuk tanah Kalimantan Selatan yang sangat dicintai oleh semua warga Banua, termasuk saya. Dimana Kalimantan selatan menjadi salah satu wilayah pemilik hutan luas yang menjadi paru-paru dunia, yaitu hutan pegunungan Meratus.

Tahun 2020 adalah awal yang sangat membahagiakan bagi saya, dan jutaan warga Banua disini. Dimana Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan kasasi yang dilayangkan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) terkait rencana penambangan batubara PT. Mantimin Coal Mining (MCM) di pegunungan meratus. Kebahagiaan ini merupakan kado manis bertepatan dengan ulang tahun Walhi ke 39 pada tahun 2020 ini.

Perjuangan WALHI Kalsel
 #SaveMeratus

Perkenalkan, pegunungan meratus adalah bentangan gunung yang terangkai melewati 3 provinsi sekaligus yakni Kalimantan timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Posisi PT. MCM ini berada di wilayah Kalimantan selatan. WALHI telah memperjuangkan pegunungan Meratus ini sejak tahun 2017 dan akhirnya sampai ke MA dan dikabulkan pada pada 15 Oktober 2019. MA memutuskan SK terkait PT. MCM tidak sah, alhamdulillah. Sungguh perjuangan tanpa lelah selama dua tahun terakhir.

Saya sebagai warga Banua, mengikuti terus perkembangan isu ini di sosial media dan masyarakat sipil di sini pun tidak tinggal diam, tagar #SaveMeratus di gaungkan dimana-mana baik oleh warga banua dan mahasiswa, sejumlah demo terus berjalan selama proses perjuangan ini. Turut bahagia karena pemerintah provinsi Kalsel turut mendukung upaya masyarakat dan Walhi mempertahankan pegunungan Meratus dari penambangan. Gubernur bahkan mengajak seluruh elemen masyarakat bersama-sama menjaga ekosistem Meratus. Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel juga mendukung dengan tidak menerbitkan izin AMDAL untuk pertambangan tersebut. Rasanya mengharukan sekali dengan usaha dan doa banyak pihak akhirnya pegunungan ini terselamatkan.

Pegunungan Meratus selain sebagai paru-paru dunia yang menyimpan banyak oksigen, juga sebagai penyimpan air. Di pegunungan ini pula wilayah adat suku dayak masih hidup dengan tradisional. Suku asli tanah kalimantan. Apa ada yang berani main-main dengan masyarakat dayak? Hehehe.  Saya beruntung sekali desember lalu saya sempat melakukan road trip dari Kalimantan selatan ke Kalimantan timur, yang tentu saja melalui pegunungan Meratus ini. Sebagai informasi, pegunungan ini luasnya luar biasa, dan sangat panjang. Asrinya luar biasa, sejuknya juga luar biasa. Saya bahkan sengaja membuka jendela mobil selama melewati pegunungan ini untuk menikmati langsung sejuknya.

Sambil berjalan saya melihat banyak jalan-jalan kecil menuju hutan yang saya perkirakan itu adalah jalan keluar masuk masyarakat suku dayak ke dalam pemukimannya. Sungguh saya sempat menitikkan air mata saat itu ketika membayangkan jika wilayah seindah ini harus dibuka lahannya untuk pertambangan batubara. Alhamdulillah itu tidak terjadi.


Tahukah kalian, kota saya yaitu Banjarbaru ketika memasuki musim hujan ini pada akhir 2019 lalu telah mengalami banjir besar. Meksipun bukan di Kecamatan saya tinggal, ini adalah bencana banjir besar yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Walhi dan banyak pihak pemerhati lingkungan menduga ini ada kaitannya dengan kegiatan deforestasi hutan dan meluasnya perkebunan monokultur, sehingga kita banyak kehilangan penahan air gunung. Banjarbaru bukanlah kota yang kotor dan penuh sampah, Banjarbaru justru langganan mendapatkan penghargaan Adipura dan sistim drainase di Banjarbaru cukup baik.

Bencana alam memang tidak bisa di prediksi detil apa penyebab pastinya tapi rasanya wajar saja pengamat lingkungan berasumsi banjir besar tersebut akibat deforestasi dan perkebunan monokultur mengingat curah hujan yang sangat tinggi, lalu hutan tidak kuat menampung air hingga akhirnya sungai meluap. Mudah-mudahan, fungsi hutan sebagai penahan air bisa dikuatkan lagi agar bencana alam ini tidak terjadi lagi.

Pegunungan meratus memang berhasil di selamatkan, tapi selain di Meratus, Kalimantan selatan sebelumnya telah memiliki banyak tambang batubara dan perkebunan monokultur. Saya sebagai warga Banua, melihat memang penambangan memang belum bisa dihentikan karena terkait kebutuhan energi batubara untuk pembangkit listrik dan juga untuk devisa negara, saya bahkan dulunya pernah menggantungkan hidup dari pertambangan batubara karena saya dan suami pernah bekerja di pertambangan batubara. Tapi kalau boleh berkomentar, "mudah-mudahan cukup disitu saja ya,  tidak makin meluas lagi. Tolonglah jangan habisi hutan kami", tidak perlu di perbanyak lagi dengan membuka pegunungan meratus. Iya kan! Mari simpan cadangan energi kita untuk anak cucu kita nanti, mari kita dukung inovasi para ilmuwan untuk mengembangkan sumber energi terbarukan.

Sumber Pangan Dari Hutan

Bicara tentang hutan, ada satu hal lagi yang membuat saya akan sangat sedih kehilangan hutan, yaitu berbagai sumber makanan yang berasal dari hutan. Banyak sekali jenis bahan makanan, obat-obatan dan buah-buahan hutan kalimantan yang sangat saya sukai dimana saat ini tidak semua jenis mudah ditemukan. Untuk bahan makanan, pegunungan Meratus menghasilkan padi, jagung, merica, kemiri dan kayu manis. Ya, memang didalam pegunungan meratus masyarakat suku dayak hidup dari bercocok tanam tanpa merusak hutan, mereka pun memenuhi kebutuhan obat-obatan mereka sendiri dari dalam hutan seperti masyarakat dayak yang sering kita lihat di liput oleh stasiun Tv.

Untuk obat-obatan, pegunungan meratus menurut hasil riset memiliki 148 jenis obat-obatan termasuk juga madu hutan Kalimantan yang sangat terkenal di Indonesia, yaitu jenis madu kelulut. Itu baru untuk manusia saja, berbagai fauna hutan kalimantan tentu saja juga menggantungkan hidup dari hasil pangan hutan. Apakah terbayangkan jika hewan-hewan hutan tersebut kehabisan makanan dan turun ke pemukiman penduduk, tentu saja itu tidak mudah di selesaikan.

Layung (durian merah)
Dari Pegunungan Meratus

Buah-buahan hutan yang menjadi favorit warga Banua antara lain: Durian, Lai, Layung, Bundar, Ramania, Tiwadak dan paikat. Lai adalah buah mirip durian hanya saja warnanya orange dan tidak berbau menyengat. Layung adalah durian merah, enak seperti durian tapi kalau saya pribadi tetap durian yang juara di hati saya. Ramania kalau di Jakarta sering disebut Gandaria, buah hutan yang berbuah musiman. Biasanya musim buahnya di musim hujan bersamaan dengan durian dan tiwadak. sedangkan Tiwadak sendiri adalah nama tradisional untuk buah Cempedak, buah hutan favorit saya.

Untuk buah bundar dan paikat adalah buah yang sangat asam yang biasanya digunakan untuk mencok (rujak). Buah bundar masih sering saya temukan, sedangkan buah Paikat sekarang sudah sangat langka, saya bahkan terakhir kali bertemu di tahun 2010, saat itu saya ngidam hamil anak pertama ingin buah paikat ini kebetulan ada. Begitu langkanya buah paikat ini, sampai-sampai banyak warga Banua tidak tau ada buah paikat ini. bentuknya seperti salak, cara makannya juga sama namun ukurannya hanya sebesar ujung jempol dan tidak ada manis-manisnya seperti saya, semua kecut.

Minggu lalu saya juga berkunjung ke Meratus Geopark di kota saya, Taman Hutan Rakyat (Tahura) Sultan Adam. Geopark ini masuk dalam kawasan pegunungan Meratus. Terbayang kan seluas apa area pegunungan ini melintasi 3 provinsi dan banyak kota. Dari hutan di sekliling Tahura inilah juga banyak buah-buahan hutan di hasilkan yang dijual di pasar-pasar di kota saya dan seputaran Kalimantan selatan. Di bawah ini saya sematkan video keindahan Meratus Geopark. Lihatlah betapa cantik dan sejuknya hutan ini. Jika menurut anda ini indah, maka pegunungan Meratus lebih indah lagi, percaya saya! Tahura ini di kelola oleh Dinas Kehutanan dengan sangat baik, doakan Tahura Sultan Adam ini tetap terjaga ya.


Mandai, Makanan Khas Kalimantan

Nah saya akan bahas khusus untuk buah yang bisa dijadikan makanan dan sangat favorit ya. Jika durian memiliki banyak olahan seperti es krim, pancake, keripik, lempok, cake hingga Tempoyak. Maka buah cempedak tidak mau kalah. Buah ini bahkan bisa dimakan hingga ke daminya.

Cempedak memang satu keluarga dengan nangka dengan nama latin Artocarpus champeden, sehingga daging buahnya ada di dalam dan terbungkus oleh dami dan kulit luarnya. hasil makanan yang bisa di olah dari cempedak ini cukup banyak, misalnya cempedak goreng (diolah seperti pisang goreng), dimakan langsung buahnya dan di olah Mandai. Nah, mandai inilah makanan dari hutan yang menajdi favorit saya sekeluarga dan ribuan masyarakat Kalsel lainnya. Setau saya masyarakat Kalimantan tengah dan Kalimantan Timur juga menyukai mandai karena kuliner kami memang cenderung sama. Saya akan ceritakan mendetail soal mandai.

Mandai adalah fermentasi kulit cempedak yang sudah di buang kulit terluarnya, orang sering menyebutnya bagian dami. 

Dami ini kita fermentasi dengan merendamnya di air garam saja selama apapun kita mau, minimal sih 3 hari. Makin lama makin enak tapi makin asin, bagi yang tidak suka asin, biasanya suka mandai yang di fermentasi sebentar saja. Mandai bisa di oseng hanya dengan mandai saja dan bisa juga bersama bahan lain seperti bersama udang atau teri, dsb. Pada gambar di bawah ini, terlihat buah cempedak yang masih utuh, buah cempedak yang sudah di buka daging buahnya, lalu yang di toples adalah mandai yang sedang saya buat sendiri, lalu yang terakhir adalah cempedak goreng yang dimakan sebagai cemilan.

Cempedak, daging buah cempedak
Mandai fermentasi, dan cempedak goreng
(Dokpri)

Kenapa saya dan warga Banua Kalimantan sangat menyukai mandai? tentu saja karena sangat lezat. Kalau orang lain melihat fotonya, akan terlihat seperti tumisan/oseng biasa. Tapi bila sudah mencoba, pasti akan suka. Jika harus memilih antara ayam panggang dan mandai saya pasti lebih memilih mandai, jauh lebih enak. Mandai ini yang bisa membuat nasi di rumah jadi cepat habis karena semua makan lebih dari sepiring.

Untuk saya yang suka pedas, tentu saya akan membuat mandai dengan irisan cabe. Rasanya enak gurih, asin dan ada sedikit kecut dan pedasnya membuatnya makin nikmat. Teksturnya seperti saat kalian memakan ayam suwir. Terkadang mandai juga bisa di goreng tanpa bumbu, lalu nanti di cocol ke sambal atau cacapan mangga muda, sungguh nikmat dunia. Mandai juga sering digunakan untuk membangkitkan nafsu makan orang yang baru sembuh dari sakit, karena memang seenak itu. Kuliner mandai ini sangat khas dan menjadi kebanggaan masyarakat Kalimantan selatan selain dari Soto Banjar.

Mandai dengan pete dan teri (dokpri)

Meskipun hanya dari kulit buah, mandai ini memiliki kandungan yang bagus. Mandai mengandung vitamin A, vitamin C dan kandungan serat yang bagus untuk tubuh, dan kandungan lainnya juga ada seperti kalsium dan zat besi. Terlepas dari mandai yang terbuat dari dami Tiwadak (cempedak), daging buahnya sendiri memiliki kandungan yang sangat bagus bahkan lebih tinggi serat daripada Nangka. Nah, apakah sudah cukup tertarik mendengar tentang mandai? Rata-rata respon orang luar Kalimantan setelah mencoba mandai mereka akan bilang "enak juga ya..". Maka jika anda semua berkesempatan ke Kalimantan selatan jangan lupa mencicipi  mandai ini.

Nah, itu tadi sekelumit cerita hati saya tentang hutan Kalimantan dan betapa saya dan warga Banua sangat menyayangi hutan Kalimantan ini. Pada tulisan ini juga saya menyempatkan diri untuk berterimakasih kepada WALHI untuk kontribusinya kepada semua isu lingkungan hidup di Indonesia khususnya WALHI Kalsel yang membantu menjaga tanah Banua ini. Semoga semua masyarakat Indonesia bisa saling terus bekerja sama menjaga hutan Indonesia di Provinsi manapun berada. Karena hutan adalah sumber pangan dan sumber kehidupan terbaik untuk Indonesia.

Source: IG Walhi Kalsel

Sumber :
  1. https://mediaindonesia.com
  2. https://apahabar.com
  3. Kompas.com
  4. www.antaranews.com
  5. https://tirto.id
  6. Walhi Kalimantan Selatan

54 comments

  1. Subhanallah. Mandai bakal hilang kalau hutan hilang hiks. Jangan sampai ya mandai raub dr muka bumi kalimantan hahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aduh mbak aku gak kebayang, jangan sampe deh. Ini makanan favorit sejuta umat banua hehe

      Delete
  2. Mandai tuh khas banget ya. Baru pertama kali datang ke Banjarmasin kaget juga ada kulit cempedak yang diolah. Dan ternyata enak! sukaaa!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah ini info baru dan super menariiik Mba
      Kalo di Jawa, kayaknya jarang aku ketemu Mandai atau emang ga ada kali ya
      Hanya ada d Kalimantan aja

      Delete
    2. Hehehe iya rata2 yg sudah coba biasanya suka. Kayanya memang ga ada yang jual mandai di jawa. Harus bikin sendiri

      Delete
  3. Wah beruntunglah karena hutan terselamatkan. Btw seperti buah nangka ya? Kalau di tempat saya namanya kethewel. Kalau di Papua ada juga. Nangka merah mungkin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya memang satu family sama nangka, cuma cempedak ini kecil2 dan baunya menyengat

      Delete
  4. wah aku belum sempet nyoba mandai waktu tinggal di banjarmasin. waktu di palangkaraya malah tergila2 sama keripik pakisnya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. nyam nyam pastinya. saya suka semua yg berupa keripik. itu durian muda juga menggoda tp gak bs dibuat keripik

      Delete
    2. Wah ibuku suka banget sama pakis mbak, kapan2 cobain mandai yuk. Hahaha iya nih durian kayanya belum bisa jadi keripik

      Delete
  5. Dulu pas TK kakek pergi ke Kalimantan, pulang bawa mandai terus nenek bilang bau. Itu pertama kalinya kenalan sama mandai. Sekarang mah setelah pindah sudah sangat familiar.
    Sebenarnya sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk urusan menjaga alam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bau memang ya tapi enak, endulita banget. Bener put, jaga alam ini kewajiban bersama

      Delete
  6. Mupeng ulun pengen layung itu.. penasaran kayapa rasanya, kira2 sama dengan pempaken lah mbak? 😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mirip sama durian biasa shov, tapi aromanya tidak menyengat. Gak kaya pampaken, aku gak doyan pampaken soalnya hahaha

      Delete
  7. paikat ternyata nama buah, ya. tahunya itu nama daerah di Banjarbaru Guntung Paikat. hihi. Btw aku dulu kurang suka sama mandai tapi sekarang malah suka. wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Inggih mbak, paikat itu nama buah hutan, bentuknya jaya salak gitu kulitnya tajam

      Delete
  8. waduh saya jadi laper lihat mandai dengan pete dan terinya Mbak..Sudah pernah dengar namanya tapi belom pernah icip mandai ini
    Saya setuju hutan adalah sumber pangan makanya selayaknya kita jaga dengan sebaik-baiknya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aduh kalo dekat aja udah aku anterin mandai deh mbak hihihi

      Delete
  9. Aku belum pernah makan nyobain mandai ini, penasaran sama rasanya deh. Jadi laper deh malam-malam lihat ulasan makanan daerah gini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk iya mbak memang masakan rumah khas kalsel banget mandai ini, aku pas tinggal di jkt terpaksa bikin mandai sendiri karena gada yg jual

      Delete
  10. Oh, ternyata cempedak bisa difermentasi kemudian diolah jadi tumisan juga ya. Aku ngebayanginnya cuma dimakan dalam bentuk buah aja. Itu pun kalau aku nggak bisa banyak karena blm terbiasa dengan aroma dan rasanya. Di sini banyak banget yang jualan cempedak. Coba deh aku tanya2 sama penjualnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah kalo byk yg jual cempedak, kulitny bisa di tumis tuh, atau di olah jadi mandai dulu

      Delete
  11. Pertama tahu Mandai tahun 1986, saat pertama kali merantau dari Sumut ke Kaltim.
    Cuma aku kurang suka karena sangat oily, but masih tetap bisa makan kog.

    Semoga satu hari nanti bisa bolang ke Meratus, apalagi kalau guidenya si ading Ruli, mantul!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha ayok kesini, nanti aku jd guide terus aku masakin mandai yg gak oily deh

      Delete
  12. Wah, saya baru tau nih kulit buah cempedak bisa dimakan, namanya mandai ya... Pengen coba hasil masakannya deh, hehehe...

    ReplyDelete
  13. alamaaak itu tumisan pake teri - mandai - pete - cabe ... beliuran ulun nah!

    ReplyDelete
  14. Di Kalimantan ini hutannya memang masih sangat banyak ya mbak terus salah satu makanan hutan itu durian.. Nah aku jadi pengen makan durian

    ReplyDelete
  15. Baru aja tadi keenakan makan mandai. Hihi. Makanan yg satu ini memang nikmatnya gak terkira ya mba. Dan harganya murah kalau lg musim begini. Benar2 menolong emak2 dalam usaha pengen ngirit. Haha

    ReplyDelete
  16. Dan nama nama di atas selama ini saya tahunya dari cerita suami, belum pernah cobain langsung. Suami saya orang Kalimantan, mbak. Tapi kami tinggalnya di Lombok. Jadi belum begitu banyak yang dieksplor di sana.

    ReplyDelete
  17. Masya Allah, betapa inginnya main ke pegunungan Meratus. Sejak dahulu hanya bisa kepo memandangi peta saja. Kalau kami ke sana hantar jalan-jalan ke Pegunungan Meratus ya Mbak hehe.

    ReplyDelete
  18. dan aku malah salfok sama layung ya si durian merah itu tuh, rasanya samakah dengan durian hijau?

    ReplyDelete
  19. Hutan Kalimantan menyimpan kekayaan luar biasa ya mbak, ngga hanya paru-paru dunia tapi juga kuliner khas dan langka...semoga bisa ke sana suatu hari dan cobain Mandai..

    ReplyDelete
  20. Aku baru Tau kalau mandai inilah makanan dari hutan Dan ternyata awalnya dr cempedak klo Aku lbih Suka di makan lansung mba,,,semoga saja hutan Kita tetep terjaga y Dan ibukota gk jd pindah😢

    ReplyDelete
  21. Aku sampai bilang ke suamiku bagaimana mungkin ada banjir di Kalimantan di sana kan banyak hutan, sayangnya ya banyak yang suka tebang sembarangan :(
    BTW mertuaku suka bikin itu mandai mba, suamiku suka banget, kalau dibawain banyak sampai disimpan bbrp hari hehe.

    ReplyDelete
  22. Aku belum nyobain si kulit cempedak ini. Enak banget kayaknya, ya. Sepertinya banyak juga sumber makanan lain yang berasal dari hutan yang belum kita ketahui

    ReplyDelete
  23. Aku belum pernah lihat durian merah di sini mnak, duh aku kapan bis ake Kalimantan ya nanti guide-in aku ya

    ReplyDelete
  24. aku jadi semakin pansaran mbaa..aku baru main ke Pontianan, Singkawang, Banjarmasin dan Balikpapan. Masih banyak sekali tempat keren yang belum pernah aku datangi di Kalimantan. itu buah - buahannya menggoda sekaliii ya

    ReplyDelete
  25. Beruntung memang yaa, kak...tinggal di wilayah Indoensia yang semuanya tumbuh subur dan manusia bisa memanfaatkannya dengan baik dan benar.
    Aku pengen coba hasil hutan khas Kalimantan.

    ReplyDelete
  26. Semoga Pegunungan Meratus selalu Lestari ya. Penasaran sama Mandai , sampai kalah Ayam. Kalau Lai Saya udah coba. Kalau durian merah belum pernah

    ReplyDelete
  27. Ikut bahagia mendengar kabar Walhi menang di MK. Pegunungan Meratus terselamatkan. Dari sekian banyak hasil hutan tersebut yang pernah coba hanya durian kuning yang biasa. Penasaran pengen tahu rasanya durian merah. Eh penasaran juga sama mandai. Dimasak pakai cabai dan pete kok jadi lapar nih Kak hehe.

    ReplyDelete
  28. Ya ampun mandai yang udah diolah sama petai dan terinya bikin ngiler banget itu. Tapi aku justru penasaran sama rasa pas sebelum diolahnya,

    ReplyDelete
  29. Semoga generasi mendatang masih bisa mengenal mandai ya mba. Aku aja baru tau loh mba dari tulisan ini. Jadi memang penting banget deh menjaga kelestarian hutan.

    ReplyDelete
  30. Ternyata mandai bisa dibikin masakan lain gtu ya tumis campurin sambal dll. Hehe terus terang saya gak pernah nyobain tapi suami pernah simpan agak banyak abis pulkam trus dimasak2 sendiri dimakan2 sendiri wkwkwk, kalau gak salah digoreng aja pas itu kyknya. Moga kapan2 bisa ke Meratus geopark pas mudik kalimantan

    ReplyDelete
  31. Saya sulit membayangkan rasannya. Cempedak kan wangi, ya, pun begitu kulitnya. Tapi menarik memang, untuk dikulik tentang makanan dari hutan seperti ini. Jadi kita tahu, banyak makanan yang bisa dimakan saat tersesat di hutan. Atau makanan kersanan orang-orang dari bahan unik di hutan.

    ReplyDelete
  32. kupikir cempedak ini buah nangka loh, ternyata beda ya

    btw aku baru tau soal mandai, makasih ya udah ditulis
    Alhamdulillah pengetahuanku bertambah
    hoho

    ReplyDelete
  33. Tentang Pegunungan Meratus ini saya pernah baca di salah satu teks dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia kelas 9. Tentang suku Dayak yang tinggal di Pegunungan Meratus. Mereka tinggal tanpa listrik dan kendaraan. Suku ini harus jalan kaki berkilo - kilo untuk ke pasar yang mereka kunjungi seminggu sekali. Apakah suku itu masih ada, Mbak?

    ReplyDelete
  34. Kalau di lihat lihat memang seperti Nangka, ya mbak buah Cempedak-Mandai ini. Ehh ternyata emang masih keluarga dekat heheee.
    Aku kira mandai cuman bisa di makan macam cemilan kayak nangka gitu sama dibikin keripik aja. Ehh ternyata bisa buat tumisan yah hehhee

    ReplyDelete
  35. #savemeratus alhamdulillah pertambangannya digagalkan. Sedih banget lihat kawasan yg terkena dampak banjir. Misal di Tabalong dan Balangan. Bencana banjir sering dikaitkan dg aktifnya tambang batubaru di kedua kab tsb. Yang paling miris, Amuntai sbg kota dg dataran rendah di hulu sungai harus menerima limpahan air hujan yang tidak terserap di pegunungan. Oleh karena itu di sana banjir menjadi tamu tahunan yang menyebalkan.

    ReplyDelete
  36. sebagai orang Kalimantan aku juga turut bangga dan demen juga makan mandai kak. Makanan asli hasil hutan yang enak dan bikin happy. suka banget disambel juga ama teri. enak banget sih

    ReplyDelete
  37. Wah berbahaya ya kalau sdh terjadi banjir besar.. saya jg kaget, berkali ke kalsel stau saya memang bersih banjar baru n dpt adipura.

    ReplyDelete
  38. ternyata awalnya dari cempedak, kirain nama buahnya gitu langsung kak hehe. unik juga ya dari fermentasi bisa jadi campuran teri gitu. enak kalau buat makan siang sepertinya :3

    ReplyDelete
  39. Miris dengan kegiatan yang bisa merusak kelestarian hutan. Padahal banyak sekali sumber pangan yang ada di hutan ya...

    ReplyDelete
  40. MashaAllah~
    Buah durian yang kulitnya merah, buah cempedak dan banyak lagi bahan pangan dari hutan.
    Semoga hutan Indonesia makin membaik dan lestari.
    Demi kelangsungan hidup manusia juga.

    ReplyDelete
  41. Pulau Kalimantan emang masih banyak banget ya makanan yang bisa coba. Jadi pengin cepet cepet ke sana.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan saya, Semoga bermanfaat. Ambil baiknya tinggalkan buruknya. Silakan tinggalkan komen yang santun ya tapi jangan tinggalin link hidup dan jangan berkomentar anonim ya. Apalah arti tulisan saya tanpa kehadiran kalian..