Serba serbi anak baru boarding school, Qorira tahun 2022

Suasana belajar di SMPIT

 Assalamualaikum,

Finally tahun ini anakku masuk SMP, baper deh berasa anak udah Abg aja, padahal kaya baru kemaren melihat langkah pertamanya bisa jalan. Awalnya tentu saja tentu saja dirasakan semua orang tua, serasa ada yang hilang di rumah, apalagi si anak ini sudah belasan tahun mendominasi keramaian rumah, hehehe. Kalau bahas ini, pastilah semua ibu pasti baper alias bawa perasaan. Tapi alhamdulillah, beberapa bulan ini, fase itu bisa dilalui dengan mudah, ya ada Allah yang Maha Memudahkan.

Sedikit cerita untuk dikenang bagaimana perasaan anak baru yang masuk boarding, pasti banyak lika likunya, gak enaknya, dimana anak mulai membandingkan betapa nyamannya di rumah sendiri, betapa enaknya jadi anak kesayangan yang tidak harus bersama puluhan teman setiap pagi siang malam. Betapa enaknya di kamar sendiri, berAc dan meletakkan barang sebebas-bebasnya sesuai mau sendiri. 


Alhamdulillah, putri kesayangan aku memang tidak banyak mengeluh orangnya, karena biasanya anaknya memang cuek banget, jadi kalau masalah harus tinggal dimana, dia enggak banyak mengeluh, yang bikin ngedumel justru faktor eksternal yang memang harus disabarkan terus proses adaptasinya. Aku menuliskan sedikit ceritanya ketika memulai masuk pesantren, tepatnya sejak 17 Juli 2022.

Berbagai Adaptasi di Pondok Pesantren

1. faktor makanan

Qorira selalu mengeluh bosan sekali menu telur, sampai dia bilang ada temannya yang bisulan gara-gara kebanyakan makan telur. Sekolah Qori memang bukan sekolah mahal kalau di kotaku, tergolong boarding dengan biaya ditengah-tengah aja. budget makan memang ala kadarnya, dan bagaimana aku menanggapinya? bagiku telur itu protein baik, selama itu dimasak dengan baik dan disajikan dengan higienis, itu tidak masalah. Aku meminta Qori untuk bersabar karena begitulah kehidupan di pondok, toh telor itu sehat. Biasakan bersyukur dan menerima apa adanya. Diakalin saja mungkin dengan menambah kecap, saos tomat dll, yang penting menu sayurnya banyak, untuk bisa mengimbangi telur.


Untuk temannya yang bisulan aku juga menjelaskan, bisa jadi itu faktor hormon karena sedang beranjak dewasa. Aku paham manusia pasti punya rasa bosan karena tiap hari makan telor. memang ada selang selingnya antara ayam, ikan, dsb, Tapi katanya menu telur ini ada setiap hari. dan mungkin variasi bumbu masaknya tidak beragam. poin penting yang aku pegang adalah, anakku kelak harus bisa beradaptasi dimana pun dia berada, dia harus jadi wanita kuat dalam suka dan duka, bagaimana kalau pas besar nanti dia menemukan kondisi yang memang hanya ada telur, disitulah aku mendidiknya untuk jadi kuat dan tangguh menghadapi ujian hidup. 


Bukan membayangkan hidupnya akan sulit, tentu saja sebagai orang tua aku mendoakan hidupnya kelak enak dan nyaman, tapi seandainya pun hidupnya nyaman, dia bisa berempati pada orang-orang yang tiap hari hanya punya telur. Oke case closed, keluhan Qori soal makanan telur ini pada akhirnya hilang dan dia mampu melewati fase mengeluhnya, alhamdulillah.


Waktu itu qori sempat mengeluhkan kurang sayur sampe sembelit dan jarang bab, dan sering dikasih menu nugget sosis yang katanya rasanya gak enak seperti sosis murah yang warnanya merah-merah begitu. Nah, kalau sudah menyangkut kesehatan karena ada asupan yang kurang, tentu aku merasa perlu menyampaikan saran kritik ke sekolah. Tentunya dengan jalur yang sesuai untuk usulan dan penyampaian yang harus baik, aku sampaikan untuk lebih intens menu sayur karena itu wajib, dan agar menu nugget/sosis diminimkan sekali, karena bagaimana pun makanan instan enggak baik untuk anak pada masa pertumbuhan. Googling sendirilah ya kenapa pada orang tua harus mengurangi asupan makanan instan. Aku memahami setiap ponpes itu memiliki kurang lebihnya tersendiri, tidak ada sekolah yang langsung sempurna, tinggal bagaimana sebagai orang tua memilah mana yang perlu disampaikan untuk kepada perubahan lebih baik dan mana yang akhirnya ditelan sendiri bulat-bulat karena jika disampaikan mungkin akan membawa mudarat.


Soal makanan masih jadi cerita tersendiri meski sekarang sudah hampir satu semester Qori di boarding. Minta bawakan makanan ini itu, mentang-mentang rumah deket sama asrama, apa-apa minta bawain melulu sampe nasi pun katanya kangen sama nasi di rumah, hahaha. Tapi masyaAllah tabarakallah Qorira yang awalnya lost banget semua cemilan di kantin, di beli tiap hari apapun jajanan yang ada di kantin sampe aku ketakutan dia bisa diabet atau overweight, akhirnya bisa dikasih pengertian. Bisa di edukasi baik-baik kandungan berbahaya, dan kenapa gak boleh setiap hari. Alhamdulillah sekarang Qori cuma jajan senin kamis karena pas kepengen aja kalo lagi puasa senin-kamis. Selebihnya kami supply jajanan aja yang lebih sehat dari rumah. seperti buah, roti, sayur, bahkan minuman kemasan pun kami belikan yang seminim mungkin dampak buruknya buat kesehatan.


2. Faktor Barang Pribadi

Sepertinya sudah biasa ya kalau di asrama, barang-barang pada hilang. Tapi sebelum sekolah aku sudah antisipasi dengan membordir barang-barang milik Qori yang mungkin akan tertukar. memberi label, stiker dll. Tapi namanya di asrama ya, watak karakter berbeda-beda, sering aja masih barang Qori hilang yang dia enggak tau juga siapa yang mencurinya. lucunya itu kadang, apabila ada yang kepergok ketahuan mengambil barang tanpa ijin, kadang malah nge-gas, ngata-ngatain ini itu. Ada tipe teman yang suka banget minta barang-barang Qori apapun itu, bahkan sangat terampil karena bisa banget acting seperti tidak terjadi apa-apa, polos dan gerak cepat ngilangin label nama milik orang lain. Masyaallah ya, gemes banget kenapa bisa punya karakter begini. 


Usut punya usut katanya ortunya jarang menjenguk. Kalaupun dijenguk, biasanya tidak memperhatikan kebutuhan pribadinya karena sangat sibuk, kasian sih. Padahal bukan anak tidak mampu, hanya kurang kasih sayang. Alhamdulillah untuk hal ini pihak sekolah sudah langsung berhubungan dengan orang tuanya sehingga bisa langsung diatasi.


Kalau aku bilang, karena boarding schoolnya Qori ini bukan tergolong ekonomis, bukan pula yang paling mahal disini, ya tergolong menengah, jadi aku  merasa setiap orang tua disini pun, punya taraf ekonomi menengah. Bukan kelas atas, tapi dibilang kurang juga engga. So, aku memaknai bahwa tidak ada anak kurang mampu disini, aku pun sudah menanyakan ke Qori apakah ada anak yatim atau duafa yang sekolah gratis dibiayai sekolah, katanya tidak ada, satu asrama Qori seangkatan hanya 25 putri. Jadi sebenarnya semua tidak kekurangan, cuma kadang ya namanya di asrama, biasalah kalau kepengen apa yang dipunya temen, saling minta, dan sering maksa meski gak dikasih. Qori sering sebel, tapi aku juga mengingatkan bahwa mungkin next day Qori yang kepengen punya teman, jadi fleksibel saja. belajar berbagi karena biasanya di rumah dia semuanya sendiri.


Ada temannya yang suka malakin Qori, apa-apa minta, dan suka pamrih sama apa yang sudah dia beri. Padahal kadang dia ngasi sendiri, Qori enggak minta. Nanti lain hari dia minta-minta karena merasa sudah ngasih Qori di hari sebelumnya. Nyebelin ya, hahaha. Padahal dia mampu, tapi kaya suka aja morotin orang lain supaya uang saku dia tetap banyak. 


Alhamdulillahnya, Qori selama ini, jarang suka dibantu, dia bilang dia akan selesaikan sendiri dengan caranya. Awalnya dia lemah juga, cerita sambil nangis saking keselnya digituin terus, tapi mau dibantu juga gak mau, mau mengatasi sendiri. Akhirnya ya aku kasih saja kekuatan, kusuruh pertahankan apa yang kita punya, kalau enggak mau membelikan maka jangan mau dipalakin, kalau akhirnya dia membully dan mengatai kamu pelit, tutup saja kupingmu, jangan takut karena itu uangmu, dia mampu kenapa juga harus minta-minta, jika dia merasa pamrih karena sudah memberimu di hari sebelumnya, maka lain kali enggak usah lagi terima pemberian darinya. Beda kalau kurang mampu, kamu justru harus mengulurkan bantuan. Tapi karena si teman ini justru uang sakunya lebih banyak, maka Qori harus bisa tegas. Aku sempat berpikir untuk bicara sama orang tuanya jika si anak ini masih berlarut-larut tapi alhamdulillah entah bagaimana Qori sudah berhasil mengatasinya. Anak mama memang hebat, sudah mulai beranjak dewasa.


3. Faktor Kunjungan

Awal-awal masuk kemarin, sempat banyak sekali teguran dari sekolah untuk tidak sering-sering menjenguk dan menemui anak. Karena menjenguk itu sifatnya seperti membuat kecanduan dan membuat anak tidak mandiri. Kitanya juga jadi kaya enggak siap menerima perpisahan (duhh..perpisahan bahasanya). Memang kekurangan sekolah Qori ini adalah karena SD bergabung dengan SMP, sehingga ketika mengantar jemput anak sd, kadang masih ada kesempatan bertemu yang SMP. jadi jadwal kunjungan yang setiap hari ahad, serasa tidak berfungsi maksimal karena anak bertemu ortunya di hari lain ketika mengantar jemput adiknya yang SD. 


Aku pribadi, jujur belum bisa lepas lama-lama dari Qori, aku tetap menjenguknya tiap pekan. tapi selain hari Ahad aku berusaha untuk tidak menemuinya, biar ada kangen-kangennya gitu dan supaya anaknya disiplin juga. Kecuali ada uzur darurat, barulah kadang-kadang Qori duluan yang menemui aku di sela-sela waktu aku mengantar jemput adiknya. So far masalah ini tidak berlangsung lama. Pelan-pelan semua bisa mandiri dan gak selalu ingin ketemu ortu.


Masalah lainnya adalah, adanya kecemburuan sosial antara yang dijenguk dan tidak dijenguk, sedih kadang liatnya bagi anak-anak pondok yang ortunya jauh dan jarang dijenguk. Bagiku, anak dan orang tuanya memang sama-sama bermental tangguh, kuat menahan rindu demi anak menuntut ilmu. Kadang kalau aku berkunjung, teman-temannya yang tidak dikunjungi ikut duduk ngobrol, kami berasa punya anggota keluarga baru. Aku pun membayangkan, kalau kelak Qori sekolahnya jauh dan tidak bisa sering aku kunjungi, pasti aku dan Qori juga harus menyiapkan mental. Benar memang sekolah di pondok melatih kemandirian, melatih kekuatan hati. Bahkan mungkin yang terparah jika suatu saat orang tua tidak bisa mengunjungi lagi, setidak siap apapun, minimal anak sudah sedikit terlatih mentalnya. Di pondok Qori juga ada anak yang yatim, huhuhu.. suka pilu liatnya tapi masyaallah, mungkin di pondok justru merasa tidak terlalu kesepian jika dibanding di rumah ya.


4. Datang dan Pergi

begitulah di pondok, meski memulai di waktu yang sama, belum tentu finish bersama. Ada yang datang dan pergi, ada yang pindah keluar, ada yang masuk. Begitulah anak-anak yang tadinya berasa keluarga lalu kehilangan personilnya. Aku melihat anakku semakin hari terlihat semakin banyak dinamika kesehariannya. Berharap dia kuat hingga finish. Memang menuntut ilmu tidak ada endingnya, tapi aku berharap dia selesaikan tiap fase dengan baik, melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri, bukan untuk aku sebagai orang tua, melainkan untuk masa depannya yang dia harus hadapi nanti.


Hal-hal baik di boarding school


Mungkin banyak yang mengira atau setelah baca postingan di atas, jadi ragu dan goyah. Begitulah kadang jika kita hanya melihat sisi yang kurang enaknya. Wajar kalau goyah, manusiawi. Apalagi semua orang tua, ingin yang terbaik untuk anaknya. 


Jadi aku merasa kurang imbang jika belum bercerita sisi baiknya. Tentu saja banyak ya. Pertama dari segi pergaulan, akan jauh berbeda dengan yang sekolahnya bukan di ponpes. Mungkin circlenya terlihat lebih kecil sebatas teman seasrama. Tapi karena siang malam bersama, terlihat kedekatan dan kebersamaan, juga teman rasa saudara. Masya Allah...


Qorira baru masuk 1 semester, tapi sudah jauh lebih banyak ilmu agama yang dia serap. Karena tentu saja belajar lebih intensif, tidak terganggu gadget, gangguan adik-adiknya yang ngajak main, tidak terganggu lingkungan yang ramai. Kerjanya hanya belajar saja. Dari ponpes juga jadi lebih banyak hafalan qurannya. Apalagi pas bagi rapot sebelumnya, Qorira gagal dapat predikat hafalan terbanyak, jadi setelah itu dia jadi ngegas hafalannya. Begitulah di ponpes, saingan untuk mendapatkan posisi juara kelas terasa lebih sportif.


Dari segi pergaulan. Alhamdulillah, dengan bimbingan dari rumah dan dari ponpes, maka qori bisa membedakan sendiri do and donts dalam bergaul. Sudah tau sendiri bahwa tidak boleh pacaran. Dengan kata lain, orang tua terbantu sekali dengan berbagai peraturan sekolah yang mungkin sulit ditegaskan namun disini semua harus dijalankan, terutama bagaimana bergaul yang benar sesuai aturan islam.


Kemampuan berbahasa arab Qori meningkat secara signifikan, bahkan bulan lalu Qori ikut arabic camp di sekolah, mendapatkan award sebagai peserta terbaik 1 dan katanya dapat beasiswa untuk arabic camp di Bogor atau Jogja sebagai lanjutannya. MasyaAllah, semoga nanti Qori bener-bener bisa fasih Arabicnya.


Yang paling terasa adalah dari segi kedewasaan dan kemandirian. Meski ribut sama adik-adiknya masih kadang terjadi kalau pas pulang dari pondok, tapi terlihat Qori sudah mulai dewasa dalam menyikapi banyak hal. Juga mandiri dalam mengurus diri sendiri. Meski di rumah masih manja luar biasa sama emaknya, tapi di pondok dia terlihat mampu mandiri. Dulunya bajunya di laundry, sekarang dia bilang lebih suka nyuci baju sendiri kucek tangan. Katanya hasilnya lebih cepat dan wangi, gak harus di antar-antar ke laundry. Bangun pagi, mandi pagi, kalau telat kan di asrama ada teguran, jadi Qori sudah biasa tepat waktu. Meskipun kalau di rumah, princess nya suka kumat dan gak suka mandi pagi-pagi, hahaha.


Kalau di ceritain, mungkin 2 hari 3 malam belum selesai, kalau buat saya, jauh lebih banyak enaknya daripada enggak enaknya. Tapi kalau mencari yang sempurna, serba baik, aku rasa ya belum ada. Tiap ponpes atau boarding school itu ada plus minusnya sendiri, tergantung kita aja cocok dimana. Tapi untuk bisa ngerasain banyak manfaat, tentu lebih baik dicoba sendiri. Gimana rasanya punya anak mondok  hehehe.

========

Bagi yang ingin memasukkan anaknya ke boarding, mudah-mudahan tidak patah hati atau berubah pikiran setelah membaca ini, tujuanku menulis ini untuk kenangan Qorira, sekaligus memberikan insight agar para orang tua setidaknya menyiapkan hati sebelum memulainya, menguatkan tekad, meluruskan niat, bahwa semua demi kebaikan anak, semua dilakukan karena Allah. Bagaimana pun kondisi tiap pondok pesantren pasti berbeda, apa yang dialami disini belum tentu terjadi di tempat lain. Apa yang terjadi pada Qorira, belum tentu juga dialami kakak kelas atau adik kelasnya. Dan para ortu jangan lupa, syetan pasti tidak suka kalau kita berniat memasukkan anak ke pondok, jadi jangan mau luluh dengan bisikan-bisikan setan ya.


Insyaallah, dengan mondok setidaknya kita mengurangi paparan anak dari pergaulan dunia luar yang makin hari makin gak karuan. Mudah-mudahan ketika ia sudah lebih dewasa, sudah lebih siap dilepas untuk bergaul di masyarakat luas, agamanya sudah tertanam lebih kuat sehingga dia bisa menjaga diri dari kerasnya pergaulan. Anak tanggung jawab orang tua dunia akhirat, jadi mudah-mudahan dengan mondokin anak itu jadi salah satu upaya membuat anak jadi lebih baik ke depannya.






13 comments

  1. Saat anak mondok kadang risau sendiri karena kunjungan terbatas dan untuk mengetahui perkembangannya di lingkungan baru pun sulit. Kadang ada keraguan untuk mondokkan anak, tetapi intinya harus memastikan kalau pondokkannya sesuai pilihan mereka. Terima kasih sharingnya!

    ReplyDelete
  2. setuju banget dengan pernyataan menyiapkan hati sebelum memulainya dan menguatkan tekad :D

    ReplyDelete
  3. Wah, selamat untuk anaknya ya mbak Ruli, sudah masuk SMP. Nah memang orang tua awal pertama anak mondok agak deg-degan gitu ya. Mikir apakah anak akan terjamin makannya dan lain sebagainya. Semoga anak mbak Ruli betah di boading school

    ReplyDelete
  4. Masya Allah.. makasih sharing ceritanya, Mbak Ruli.
    Insyaa Allah anak sulungku mondok tahun ini, udah daftar. Dan memang harapanku sama kayak harapan mb Ruli yg tertulis di paragraf2 akhir itu.
    Aku juga mikir segala kemungkinan seperti soal makanan, pergaulan sama teman2 pondoknya, dll.
    Makasih banget Mbak sudah berbagi. Bismillah kuat, ya ❤️

    ReplyDelete
  5. Adikku dulu pas pertama kali kuliah, dia juga sempat diwajibkan untuk tinggal di pondok, diwajibkan oleh kampusnya. Dan, memang hampir semua poin yang ada di tulisan ini benar nyata adanya. Namun, alhamdulillahnya dia tahan dan bisa menikmati momen tersebut, ya meskipun kalau homesick dia sering merengek minta pulang wkwkw

    ReplyDelete
  6. Huaaa.. ikut merasakan banget baca ini mba. Padahal anak gak mondok. Tp tau aja gitu krn ipar paling bungsu sempat mondok setahun n benar, banyak dinamikanya yg berujung keluar saat blm selesai. Aku harap Qori bs kuat disana, yakin aja sbg ortu sdh mengusahakan yg terbaik untuk anak. Apalagi anaknya emang kuat n pinter like Qori. Semangatt.

    ReplyDelete
  7. gemessss ya ketemu ama temen temen anak yang seperti ini. Memang selalu ada serba serbi kalau sudah berkumpul rame dalam satu tempat. Pasti ada aja karakter ajaib yang ditemukan ya

    ReplyDelete
  8. Makasih banget mba Ruli jadi dapet pelajaran berharga, dulu aku pengen mondok karena nggak kesampaian pengen ntar anaku juga kupondokan tapi terserah dia juga sih, hehehe baru juga 5 bulan. Tapi meski begitu pikiran new mom ke mana-mana syukurlah kalau qori dekat ya Mba.

    ReplyDelete
  9. Sharing pengalaman yang bagus kok Mbak. Dan sebenarnya setiap orangtua dan anak yang ingin mondok juga tahu, hanya tidak tersusun dan tidak detail seperti ini. Kembali ke mereka mau terus atau tidak.

    ReplyDelete
  10. Anakku in syaa Allah tahun ini, kak Ruli..
    Mohon doanya semoga dimudahkan dan dilancarkan.

    Ini sedang persiapan dan membaca cerita kak Ruli, menjadi orangtua memang berproses yah.. Dari yang menjadi ujian kesabaran ketika anak rewel ketika bayi, di saat sudah dewasa, ujian kesabaran untuk gak dekat-dekat dengan anak demi anak bisa menimba ilmu lebih luas dan mendalam.

    Barakallahu fiik, kak Ruli.
    Bismillah..

    ReplyDelete
  11. Wuah kalau yang dipalakin itu keterlaluan sih. Serba salah juga kalau gak ada privasi maunya nyomot barang org yaa. Gak pernah dilaporin kah?
    Aku gak tau ntr sanggup apa gak kalau anakkuj mondok, tapi kyknya kok susah hehe. Hebat org tua yang anak2nya di asrama gitu walau cuma ketemu seminggu sekali ya mbak.

    ReplyDelete
  12. saya juga pengin anak mondok. biar dia mandiri. tapi karena dia anak tunggal, suami berat melepas anak ke pondok. sekarang anak sudah kelas 5 SDIT. memang harus ada kesepakatan dan komitment dari orang tua dan anak ya. biar semua sama2 nyaman karena sudah ikhlas

    ReplyDelete
  13. Menarik ya cara pendikikannya. Maybe ini bakal tak share jg ke org² yg bingung cari pendidikan

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan saya, Semoga bermanfaat. Ambil baiknya tinggalkan buruknya. Silakan tinggalkan komen yang santun ya tapi jangan tinggalin link hidup dan jangan berkomentar anonim ya. Apalah arti tulisan saya tanpa kehadiran kalian..