Hindari 7 Topik yang biasanya memicu "Mom War"

Topik memicu perdebatan dan perselisihan
Diantara para Ibu (Mom war)



Assalamualaikum..
Hai-hai teman-teman yang berstatus orang tua ataupun calon orang tua. Sudah bukan rahasia lagi sebenarnya emak-emak ini kadang ada aja yang dijadikan perdebatan. Kadang hal sepele pun bisa jadi besar. Kadang bisa karena hormon lagi labil atau memang dasar karakter orangnya yang suka ribut atau gampang tersinggung atau suka nyari ribut. Orang banjar sebutnya "pengelahian", hahaha..

Setidaknya list yang saya buat ini hanya list dominan yang seringkali membuat kolom komentar menjadi panjangggg dengan perdebatan dimana kadang padahal semuanya itu bener aja. Semua punya kondisi ideal masing-masing yang memaksa mereka pada pilihan itu. Jadi kalau ibu-ibu emak-emak menemukan topik ini, pilihannya hanyalah "berkatalah yang baik atau diam". Ini dia saya buat listnya.

1. Working Mom vs Stay at home mom

Ini perdebatan dari jaman dulu kala yang never ending, hanya saja sekarang terlihat banyak emak sudah lebih legowo melihat perdebatan ini. Gimana pun, saya pernah mengalami keduanya, pernah jadi working mom dan pernah menjalani jadi stay at home mom. Sekarang pun saya masih bekerja mengumpulkan rejeki meski dilakoni dari rumah. 

Banyak kondisi yang membuat kita tidak bisa menyamakan dapur tiap keluarga. Jika mereka bahagia menjalani profesi sebagai pekerja atau stay at home, kenapa kita harus menjudge dengan merasa pilihan hidup kita yang paling benar. Hilangkan paradigma bahwa stay at home mom itu "tidak bekerja" dan hilangkan paradigma wanita bekerja itu "lalai pada tugas utamanya sebagai ibu" karena di rumah pun wanita tetap bisa bekerja, dan di kantor pun wanita tetap bisa menunaikan tugasnya sebagai ibu. So, jika kita belum bisa toleran akan profesi wanita lain, pilihannya adalah tolong tidak usah berkomentar. Semudah itu..

2. Melahirkan Normal vs Caesar

Melahirkan normal adalah fitrah semua wanita di muka bumi. Saya pun termasuk yang ingin sekali melahirkan normal, tapi Allah memutuskan untuk saya harus melahirkan caesar 3x. Sedih banget ketika ada yang menghakimi. Saya sendiri sudah menuliskan rekam jejak untuk kelak dibaca anak-anak saya kenapa akhirnya harus caesar 3x. Tau kan kalau sekarang banyak tuh program VBAC (vaginal birth after caesaria) alias melahirkan normal setelah caesar, akupun ikhtiar vbac loh di anak kedua. Dokter pun sangat mendukung, sampe ikut senam hypnobirthing juga. Tapi apa daya, justru pas kondisi ideal si bayi gak lahir-lahir. Cerita lengkapnya aku tulis disini "ketika harus 3x melahirkan sc"

Kok malah curhat, intinya sih kalau kalian menemukan kondisi seperti ini. Atau bahkan ketika orang sama sekali tidak punya alasan medis tapi pengen operasi caesar, itu sama sekali bukan urusan kita untuk menghakimi. Lebih baik kita fokus saja mengucapkan selamat atas kelahiran bayinya. Ucapkan selamat atas lancarnya kelahiran, sehat semuanya. Stop asking about the process karena perkara ini sudah sering bikin mom war dimana-mana. Jangan sampe kita jadi orang yang bikin hati orang jadi gak nyaman.

3. Asi vs Formula

Saya banyak loh di bully orang ketika kelahiran anak pertama karena memakai sufor, anak saya sedikit sekali menerima asi. Seolah-olah bekerja menjadi alasan. Padahal mereka tidak tau (gimana mau tau kalau mereka hanya menghakimi) gimana upaya saya untuk bisa ngeluarin asi. Dulu masih new mom, jauh dari ortu dan mertua, google pun jaman dulu masih jarang dipakai untuk bertanya, saya uda tanya ke dokter-dokter dan bidan kenapa asi saya gak keluar.  Dokter sudah ngasih bermacam cara untuk mengatasi puting saya yang tenggelam sampe bidan pun bingung kenapa asinya tetap gak bisa keluar. Meski saya uda memerah dengan berbagai merk pompa juga dan menangis kenapa asi saya gak keluar. Meski belakangan baru saya tau bahwa menangis itu juga menghambat asi saya keluar, Allah sudah takdirkan saya begini. Padahal saya nangis karena ingin sekali memberi asi. Tapi alhamdulillah ketika anak ke-2 dan 3 saya berhasil memberi asi lebih banyak. Meski tetap bercampur sufor karena Asi saya keluarnya tidak melimpah tapi setidaknya lebih banyak yang saya beri ketimbang di anak pertama. Bagaimanapun saya sangat support asi sebagai minuman terbaik.

Tapi saya harap, bagi kalian yang memang pendukung asi, memang itu adalah benar. Hanya saja, bukan karena Asi itu paling benar, lalu kalian menghakimi orang yang tidak memberi asi. Karena kita tidak tahu bagaimana usaha mereka di belakang, bisa jadi ada alasan medis juga yang membuatnya sulit memberi asi, misalnya ibunya sedang dalam pengaruh obat dll. Kita tak perlu kepo juga kan, dan tidak perlu menghakimi. Saling menghormati saja.

Ada pula teman saya yang sejak awal tidak mau memberi asi, yang alasannya katanya bikin dower payudara. Apakah saya berhak menghakimi? Itu adalah hak dia gaes. Kalau mau menasihati tentang asi pun lakukan dengan santun dengan japri, bukan dengan mom war, iya kan. Itupun liat kondisi, mau menasihati sementara anaknya uda sekolah TK ya buat apa toh uda lewat masa Asi, itu namanya hanya ingin bikin malu. Lebih baik fokus bahas yang lain yang tidak perlu menyinggung. Saya yakin sih semua orang sudah tau betapa baiknya Asi jadi tak perlu harus berdebat untuk mendukung argumen tersebut.

4. Vaksin vs Non Vaksin

Nah bahasan ini belakangan juga sensitif. Apalagi kalau sudah musim vaksin di sekolah-sekolah, obrolan di medsos mendadak jadi sensitif. Saya pribadi enggak pernah menunjukkan jati diri (((jati diri))) sebagai pendukung vaksin dan non vaksin. Saya lebih suka menyimak dan menghargai apapun pilihan orang tua untuk anaknya masing-masing. Tanggung jawab mereka terhadap anaknya.

Jadi ketika kita melihat postingan yang statementnya tidak sesuai yang memancing kita ingin sekali berkomentar atau mungkin bahkan menyumpah. Lebih baik kita close, saya bahkan lebih menyarankan agar para emak hide atau unfollow ketimbang memancing keributan. Better cukup tau saja, oh si A itu berbeda pendapat denganku. Karena vaksin dan non vaksin ini biasanya memiliki kubu yang sama kuat statementnya.

5. Sekolah Negeri vs Sekolah Swasta

Di komplek tempat tinggal saya ini meski warganya hanya sekitar 40 KK, tapi anak-anaknya menempati semua sekolah di kota saya baik negeri ataupun swasta, tidak ada sekolah yang sangat dominan, pembagiannya hampir merata. Artinya pendapat di kepala ortunya soal sekolah itu sangat beragam. Apa jadinya jika ada pertemuan warga komplek para emak berdebat soal sekolah, bagusan mana, lebih murah mana, atau lebih berprestasi mana. Gak akan ada habisnya itu perdebatan.

So, ketika kita melihat anak orang lain bersekolah di sekolah lain yang mungkin menurut kita ada kekurangannya, belum tentu menurut orang lain sama. Bisa jadi menurut orang lain sekolah anak kita lah yang punya kekurangan. Baik negeri atau swasta mereka punya concern masing-masing dan pastinya setiap orang tua sudah memikirkan itu matang-matang. Kita hanya perlu membicarakan positifnya saja, kalau ada seseorang membicarakan tentang bagusnya sekolah anaknya, berkatalah yang baik atau DIAM, tak perlu berkomentar jika ingin nyinyir saja. Toh bukan kita yang bayar SPP dan biaya sekolahnya. 

6. Persoalan SARA

SARA adalah topik yang dari dulu sangat dilarang karena sangat sensitif. Tapi namanya media sosial tetap saja, ada saja yang memantik nyebut-nyebut soal ini. Namanya isu sensitif, sebenar-benarnya golongan kita misalnya, saya saranin jangan terjerumus bergabung dengan perdebatan ini. Hindari saja

7. Pilihan politik

Masih ingat gak banyak hubungan pertemanan dan persaudaraan rusak gara-gara perbedaan pilihan politik. Jika kita merasa tidak mampu menahan emosi, lebih baik tidak berdebat dan tidak menunjukkan diri pada sebuah pilihan tertentu. Rahasiakan saja pilihanmu, toh asas pemilu kan rahasia. Prinsipnya sih, apapun pilihanmu kamu tetap teman baikku. Yeahh..

Tapi kan namanya sosial media kita bebas donk berekspresi dan beropini. Iya betul, jika kalian siap berdebat atau siap menerima komentar kubu berbeda ya monggo saja yang penting stay calm kalau ada komentar pedas netizen. Saya menyarankan untuk merahasiakan pilihan jika dirasa mental kita belum siap jika ada perbedaan pilihan yang mungkin bisa mengganggu hubungan pertemanan antar emak. Berlaku juga jika dalam percakapan tatap muka, menghindari mom war sebaiknya hindari topik ini.

=====

Nah sebenarnya selain 7 topik ini masib buanyak topik lain yang memicu mom war. Misalnya perkara poligami, menyapih anak, sekolah anak usia dini, ART, dan berbagai perkara. Heran juga sih wanita ini ada aja materi buat di perdebatkan. Gak ada habisnya gitu. Yeah begitulah sifat wanita gaes, malah kadang pria pun bisa begitu juga, ada-ada aja yang menjadi perdebatan.

Intinya sih simple ya mom, dimana bumi di pijak disitu kangit di junjung. Mau kemana aja, dunia nyata atau dunia maya, hormati pilihan orang lain dan hindari mom war, hindari topik sensitif atau kalaupun terpaksa membahasnya, pastikan kita tetap berdiskusi bukan berdebat. Kalaupun akhirnya buntu karena pilihan masing-masing ya jangan baper. Itu adalah resiko memulai perdebatan itu.

Oke salam damai selalu sebagai sesama Mommy



11 comments

  1. sayangnya topik2 di atas pasti tak bisa kita hindari ya kak, apalagi yg working mom atau bukan, paling hanya reaksi kita saja yg bisa kita kontrol. pun tergantung dengan background, kl misal di desa udh pasti jadi perbincangan utama, namun kl sudah ke urban maka hanya beberapa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kita tinggal berkomentar yang baik atau diam saja

      Delete
  2. Hahaha menarik, bener tu hindari yaaa buk ibuk.. cari hal yg berfaedah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya di hindari saja, atau tidak bereaksi negatif

      Delete
  3. Bener, mba Retno, setiap keluarga punya dapur masing-masing dan keputusan terbaik bagi keluarganya, tidak ada hak untuk menghakimi, tidak perlu ada war-war juga jika saling memahami kondisi

    ReplyDelete
  4. 1-5 itu pertempuran abadi sejak saya punya Facebook awal tahun 2009 lalu. Wkwkwk.
    6-7 mulai marak setelah keberanian berpendapat politik dan agama makin besar, ya. BIkin capek sih. Sekarang ada poin ke-8 yaitu corona. wkwkwk

    ReplyDelete
  5. setiap rumah tangga punya aturan tersendiri jadi ngga bisa dipengaruhi ama yang lain. Topik perbincangan juga sensitif. jangan sampai pertemanan rusak karena salah berbicara hehe

    ReplyDelete
  6. Mbak tolong masukan Poligami dan No Poligami, itu lebih dahsyat imbasnya.. Heheee

    ReplyDelete
  7. Ada lagi, kak Ruli.
    Mahzab.

    Kalo di keluargaku, ini isu sensitip.
    Karena di Surabaya kental sama NU dan Muhamadiyah kaan...
    Aku bukan keduanya. Jadilaaa...hihii~

    ReplyDelete
  8. Bisa dibilang fobidden keyword ya nbak, hehehehe. SOalnya kalo emak-emak udah debat, bisa 1 kelurahan ikut ribut :D.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan saya, Semoga bermanfaat. Ambil baiknya tinggalkan buruknya. Silakan tinggalkan komen yang santun ya tapi jangan tinggalin link hidup dan jangan berkomentar anonim ya. Apalah arti tulisan saya tanpa kehadiran kalian..