Ekonomi Restoratif, Pertahankan Hutan dan Masyarakat Adat Indonesia

     

Pentingnya ekonomi restoratif untuk Indonesia

     Pernahkah kalian berpikir bagaimana masyarakat adat bisa bertahan hidup di hutan sementara kita saja sulit hidup tanpa bantuan listrik dan BBM. Bagaimana mereka mengawetkan makanan tanpa kulkas, bagaimana berobat kalau tidak ada apotek, bagaimana membuat makanan lezat dengan bumbu-bumbu yang masih mentahan? Ah ribet sekali hidupnya, pikir kita yang awam ini ya.

     Lalu untuk mengatasi isu besar tentang perubahan iklim, penyusutan luas hutan Indonesia, terampasnya wilayah masyarakat, adakah solusinya? wah... rasanya ingin sekali menghindari topik ini karena dirasa berat dan yah..kita bisa apa? seolah ini hanya kewajiban para pemangku kebijakan. Padahal kita sendiri tinggal di negeri gemah ripah loh jinawi Indonesia raya ini. 

    Mari skip sebentar, kita beralih ke sesuatu yang asik. Sabtu lalu saya mengikuti acara #EcoBloggerSquad secara online. Komunitas blogger yang peduli lingkungan dan perubahan iklim ini sudah saya ikuti sejak 2021 dan di Eco Blogger Squad ini, segala bahasan tentang hutan dan perubahan iklim terasa lebih mudah dicerna dan dipahami masyarakat awam.

    Sabtu lalu, 14 Juni 2025. Eco Blogger Squad mengadakan event offline gathering "Pengrajin Alam: Menjelajahi Kerajinan Ramah Lingkungan" yang diikuti oleh blogger area Jabodetabek dan kami yang jauh ini mengikuti secara online. Ada 2 acara inti pada event ini yaitu, pembahasan narasumber tentang ekonomi restoratif dan bahasan tentang Tembawang, yaitu hutan pangan warisan leluhur. sedangkan event kedua adalah workshop kolase (protect & restore local food). Oke, dari acara ini, mari kita kembali ke awal pembuka obrolan diatas

Ekonomi Restoratif

Ekonomi yang ada saat ini, terutama kalau dipegang oleh pengusaha yang tidak peduli akan masa depan dan alam, sudah bisa dilihat bahwa ekonomi yang dilakukan umumnya merusak alam. Bisa di prediksi beberapa waktu mendatang, mungkin tak lama lagi atau sudah mulai terjadi: berbagai wilayah di Indonesia sering terjadi bencana, banyak hutan menghilang berganti kawasan ekonomi, makin banyak ekonomi berbasis monokultur dan kemiskinan yang makin bertambah jumlahnya. 

Ekonomi restoratif adalah kegiatan ekonomi yang mengutamakan keseimbangan antara ekonomi dengan kondisi lingkungan, menciptakan keharmonisan antara alam dan manusia. konsep ini sering disebut konsep ekonomi hijau

Ekonomi restoratif hadir melawan rentetan kesalahan sistem ekonomi saat ini. Ekonomi restoratif menekankan keberhasilan suatu usaha dari segi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan ekosistem tetap berjalan untuk tetap diteruskan generasi mendatang. Sumber daya alam tidak dirusak justru diperbanyak.

Dalam acara ini, perkenalkan Ristika Putri Istanti, sekeretariat LTKL (Lingkar Temu Kabupaten Lestari). Nah, apalagi ini Kabupaten Lestari? gih, cek instagramnya dulu. Kabupaten Lestari ini adalah perkumpulan atau asosiasi kabupaten di Indonesia yang bergerak sebagai akselerator untuk menciptakan sistem ekonomi restoratif untuk mewujudkan tujuan bersama kita semua yaitu kabupaten lestari dan mandiri. Keren banget ya, sebelum ini di terapkan ke semua kabupaten, ditunjuk dulu beberapa akselerator untuk jadi contoh dan panduan.

        Kabupaten apa saja yang bergerak jadi akselerator ekonomi restoratif ini? Kabupaten Lestari adalah sebagai berikut:

  1. Aceh Tamiyang
  2. Siak
  3. Musi Banyuasin
  4. Sanggau
  5. Sintang
  6. Kapuas Hulu
  7. Sigi
  8. Gorontalo
  9. Bone Bolango
Nama-nama seperti Siak, Sigi, Sintang sebenarnya sudah tidak asing bagiku yang sering membahas keberlanjutan ekosistem ini karena kabupaten tersebut konsisten sejak dulu mengembangkan ekonomi restoratif ini. Dari acara ini aku baru tau kalau ekonomi restoratif itu tidak sekedar ramah lingkungan, tapi ada hal-hal lain yang harus dijadikan prinsip utama oleh kabupaten lestari ini

Prinsip utama ekonomi restoratif:
  1. Adanya ambang batas/threshold
  2. Inklusivitas yang melibatkan masyarakat adat (Indigenous Peoples/local communities)
  3. Melindungi dan merestorasi hutan/ekosistem penting
  4. Memiliki nilai tambah dari segi model ekonomi
Ya, tak sekedar ramah lingkungan saja. Apa gunanya ramah lingkungan kalau menghilangkan hak-hak masyarakat adat yang sejak dulu merawat hutan Indonesia, apa gunanya ramah lingkungan kalau mengurangi ekosistem hutan dan dari segi ekonomi ternyata tidak menambah kesejahteraan rakyat, buat apa? pantas saja ekonomi restoratif butuh kabupaten lestari untuk menjadi contoh permulaan. Ambang batas ini membuat jalannya ekonomi dengan lingkungan dan sosial budaya bisa seimbang. Dari sinilah akhirnya didapat hasil yang memuaskan yaitu keberhasilan kabupaten lestari berhasil melindungi 50% kawasan hutan dan ekosistem penting di tingkat kabupaten dan 1 juta orang telah meningkat kesejahteraaannya dari hasil ekonomi ini.
Kabupaten Lestari
untuk ekonomi restoratif Indonesia

        Bila kalian ingin melihat atau bertemu kabupaten lestari ini, mereka sering hadir di pameran pangan dan media sosial untuk memamerkan hasil dari produk-produk ekonomi restoratif ini yang terbuat dari bahan alami yang dibuat tanpa merusak hutan dan masyarakat adat. Sampai disini paham ya peran para pengrajin alam dan pengusaha produk-produk hutan dalam membantu ekonomi restoratif Indonesia ini. Harapan kita tentu saja makin banyak penggiat produk-produk penunjang ekonomi restoratif ini. barangkali saya pun nanti bisa membuat produk alam atau minimal saya jadi pembelinya, hehehe...

Hutan Tembawang

Perkenalkan Tembawang, yaitu lahan bentukan yang dikelola oleh masyarakat adat Suku Dayak dengan sistem tradisional wanatani di pedalaman Kalimantan Barat. Sistem ini bukan monokultur, didalam hutan tembawang terdapat berbagai jenis tumbuhan mulai dari pohon-pohon besar yang berdiameter lebih dari 100 cm hingga tanaman rendan berjenis rerumputan. Dikelola dengan kearifan lokal, sehingga hutan pangan warisan leluhur yang di kelola dengan teknik kearifan lokal ini sering disebut para peneliti dengan sebutan Agroforestry.

Esty Yuniar, salah satu pemateri pada acara Eco Blogger Squad kali ini yang berperan sebagai tim perwakilan Semesta Sintang Lestari menceritakan bagaimana masayarakat adat pedalaman bisa bertahan hidup dengan hasil hutan, memasak dengan hasil alam dan di awetkan tanpa kulkas. Alih-alih kesulitan pangan, mereka justru bisa menghasilkan teknik-teknik pengawetan dengan alami dan menghasilkan sumber pangan enak dan bergizi.

Bahan pangan dari hutan masyarakat adat Suku Dayak yang terkenal, sebut saja Sengkubak, Liak (Padi) Jahe, Bawang Dayak, dan Tengkawang. Sebagai warga Kalimantan, sungguh aku tidak asing dengan produk-produk ini, sering di jual di toko cindera mata atau dipasarkan berantai untuk obat-obatan tradisional masyarakat Kalimantan. Ya, masarakat dayak tidak punya apotek, tapi mereka punya obat-obatan alami dari dalam hutan. Tinggal ambil, olah dan gunakan tanpa bahan kimia ataupun sintetis lainnya. Sungai Kapuas yang mengalir dari Kapuas Hulu hingga ke Kota Pontianak, selain menjadi penghubung alam juga menjadi sumber pengetahuan lokal. Masyarakat adat sungguh merawat dan melindungi dengan baik.

Bahan pangan warisan leluhur

        Bagaimana dengan sistem pengolahan makanan. Mari saya beritahu bagaimana cara masyarakat adat Suku Dayak mengawetkan makanan. Sepertinya kita semua sudah familiar dengan metode ini yaitu: Fermentasi, Pengeringan dan Pengasapan. Produk dan metode ini sebenarnya sudah kita tau sejak lama, namun terkadang hanya menjadi alternatif, kita sudah sangat ketergantungan pada kulkas. Inilah salah satu alasan kenapa ekonomi restoratif menggunakan prinsip untuk tidak mengganggu masarakat adat justru melibatkan orang lokal. Karena kita semua tau, tidak ada yang bisa lebih baik dalam merawat alam hutan ini selain penghuni tetap pedalaman itu sendiri. Jika lahan-lahan masyarakat adat diambil oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab, hasilnya tentu akan beda.

        Bagaimana jika kita bukan pengrajin alam? maka jadilah number one support systemnya. dukunglah, belilah dan lindungilah masyarakat dan hutan Indonesia ini. kalau bukan kita yang mendukung dan melindungi, juga menghargai setinggi-tingginya lantas siapa lagi? begitu saja sedikit ceritaku tentang ekonomi restoratif, pertahankan hutan dan masyarakat adat Indonesia.

        Acara Eco Blogger Squad ditutup dengan workshop pembuatan kolase, sayangnya karena aku tidak hadir dan mengikuti secara online, aku tidak bisa praktik langsung pembuatan kolase ini. melihat hasil karya teman-teman rasana cantik dan estetik sekali, mari saya perlihatkan salah satunya. inilah sedikit rasa yang kita hadirkan tentang kecintaan alam dalam bentuk kolase. Semoga menginspirasi ya..

Kolase bahan alam 




No comments

Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan saya, Semoga bermanfaat. Ambil baiknya tinggalkan buruknya. Silakan tinggalkan komen yang santun ya tapi jangan tinggalin link hidup dan jangan berkomentar anonim ya. Apalah arti tulisan saya tanpa kehadiran kalian..