Laki-laki ambil bagian atasi Kekerasan Perempuan bersama Rutgers Indonesia



Pernah melihat hubungan Rumah tangga yang di warnai KDRT? Dimana laki-laki yang pemimpin rumah tangga menggunakan kekuasaannya untuk melakukan kekerasan. Atau bahkan, seorang pacar yang sudah berani melakukan kekerasan pada perempuan padahal belum juga menikah resmi. Atau juga yang katanya hubungan kerja namun berakhir dengan modus penjualan atau pelecehan wanita. Ada apa dengan kaum lelaki ini? Padahal laki-laki dan wanita berhak memiliki kesetaraan gender dalam hal diperlakukan dengan baik dan tanpa kekerasan.


Dalam keseharian kita sering kita jumpai hubungan yang toxic, baik dalam hubungan pacaran, pernikahan, pekerjaan ataupun keluarga. Seringkali pada akhirnya berakhir dengan kekerasan terhadap perempuan. Baik kekerasan secara fisik ataupun mental. Yang paling bahaya biasanya kekerasan secara seksual. Luar biasanya adalah, jumlahnya terus meningkat setiap tahun, ada apa dengan para lelaki ini? Kenapa kerapkali marah tidak terkontrol? Bagaimana kondisi mental para pelaku kekerasan ini dan bagaimana pula dengan para laki-laki lainnya yang tidak setuju KDRT ini? Kali ini saya mau mengupas program Prevention+ dari Rutgers Indonesia yang bergerak untuk masalah ini.


Saya memang jarang sekali membahas topik yang sangat serius, karena membahas topik semacam ini butuh riset dan cerita konkrit, tidak hanya memandang di satu sisi korban tapi juga melihat bagaimana disisi para pelaku, atau di sisi sebagai saksi mata, dan melihat data-data yang ada sekarang. 


Tau gak sih, menurut data yang dirilis Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2019 yang terlaporkan sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan.  (https://www.komnasperempuan.go.id/read-news-siaran-pers-dan-lembar-fakta-komnas-perempuan-catatan-tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2020)


Pada Hari Perempuan Internasional tahun 2020, dari laporan juga menunjukkan bahwa di ranah pribadi bahwa dilaporkan kekerasan seksual sebanyak 2.988 kasus (31%) sedangkan di ranah publik atau komunitas ada 64% kekerasan terhadap perempuan adalah Kekerasan Seksual.(sumber: https://www.komnasperempuan.go.id)


Faktanya adalah, mengatasi hal semacam ini, tak hanya harus dari perjuangan kaum wanita tapi juga para laki-laki. Baik si pelaku itu sendiri, atau laki-laki yang tidak mendukung terjadinya kekerasan. Tidak semua laki-laki sama bukan? Banyak banget kan laki-laki yang sebenarnya menyesal melakukan kekerasan, atau juga tidak menyesal, namun tidak punya wadah atau cara untuk merubah perilakunya. Umumnya orang hanya memutus dan menindak perbuatannya entah dengan bercerai atau dijadikan kasus hukum. Hal tersebut tidak menjamin mereka berubah. Atau, laki-laki yang sebenarnya tidak suka kekerasan namun terjadi pada adiknya, ibunya, temannya, namun tidak tau harus berbuat apa untuk memutus rantai kekerasan ini. Angka diatas tersebut, baru angka yang terlapor. Saya yakin diluar sana masih banyak yang belum melapor, entah dengan alasan atas nama cinta atau menjaga aib keluarga. Yang jelas, kasus kekerasan pada perempuan ini sudah seharusnya jadi perhatian kita semua sebagai masyarakat karena ada tanggung jawab moral kepedulian terhadap sesama.

Wanita pun demikian, umumnya mereka sebenarnya tidak mau perpisahan, tidak mau kasus hukum, namun mereka tidak punya pilihan bagaimana mengakhiri semua kekerasan ini. Indonesia butuh wadah untuk memutus semua rantai ini, butuh wadah yang mau bantu memperjuangkan. Wadah untuk bimbingan konseling, wadah untuk merubah pola pikir tentang kekerasan, juga wadah untuk bantu mencari solusi baik dari segi ekonomi ataupun juru damai dalam hal pendukung lainnya.

Jadi ketika saya di ajak ikut sebuah webinar, yang mengusung tema "laki-laki sebagai agen perubahan mewujudkan kesetaraan gender dan penghapusan kekerasan seksual", saya langsung iyakan. Meski saat itu saya belum tau siapa pembicara dan pihak yang mengadakan. Bagi saya ini insight baru, sudut pandang berbeda dari yang umum kita pikirkan. 



Siapa Rutgers Indonesia?

Rutgers WPF Indonesia merupakan lembaga non-profit atau NGO yang bekerja di Indonesia sejak 1997 untuk isu Hak dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS).

Nah Rutgers Indonesia ini adalah bagian dari Prevention+

Prevention+ adalah sebuah platform advokasi kebijakan di tingkat nasional untuk berkoordinasi terkait isu pelibatan laki-laki untuk kesetaraan gender dalam kesehatan seksual dan reproduksi serta pencegahan kekerasan berbasis gender yang difasilitasi oleh UNFPA Indonesia dengan keanggotaan dari lembaga negara, organisasi non-pemerintah maupun kelompok komunitas.(Rutgers.co.id)

Program Prevention+ 

Nah sudah mulai tercerahkan ya arahnya kemana obrolan saya kenapa bertema laki-laki sebagai agen perubahan. 

Kesetaraan Gender adalah Isu sensitif

Bicara soal kesetaraan gender, memang bagaimana pun dalam agama ataupun secara norma selalu menyebut laki-laki adalah pemimpin dan wanita di tempatkan sebagai subordinat. Fokus kita kali ini adalah kesetaraan gender dalam hal laki-laki dan perempuan punya hak yang sama untuk diperlakulan dengan baik tanpa kekerasan. Laki-laki dan perempuan harus punya kesetaraan gender untuk tidak saling menyakiti, laki-laki tidak boleh menyalah gunakan kepemimpinannya dengan menggunakan kekerasan. Bukan berarti kesetaraan yang menyalahi kodrat, kekerasan terhadap perempuan adalah sesuatu yang oleh agama mana pun itu pasti dilarang.

Bercerai dan hukuman pidana kerap tidak bisa menyelesaikan masalah. Yang kita atasi harusnya adalah attitude para pelakunya, juga menanamkan benih-benih perbuatan baik pada calon-calon pemimpin rumah tangga masa depan. Mengajarkan anak-anak laki-laki agar tidak meluapkan kemarahan dengan kekerasan, ah sungguh banyak sekali PR kita dalam memutus rantai KDRT ini. 

Baca juga:

Hindari topik yang bisa memicu momwar

Saat aku bilang "Maaf ya rumahnya berantakan"

Oh ya, bukan hanya KDRT sih, seperti yang saya sebut diatas tadi bahwa kasus tidak hanya terjadi dalam area rumah tangga. Pasti sudah tau kalau sekarang banyak fenomena baru dalam laporan ke komnas perempuan yaitu kekerasan berbasis siber terhadap perempuan. Contohnya nih bully melalui media online, pelecehan, teror secara online, mengirimkan pesan-pesan seks dan peretasan akun sosmed dan sebagainya, lagi-lagi korbannya kebanyakan perempuan. Kebanyakan kekerasan terhadap perempuan masih tercatat terjadi di ranah domestik. Laporan 2019 ini juga melaporkan bahwa pacar kerap kali menjadi pelaku kekerasan seksual (1.670 kasus), diikuti oleh ayah biologis dan paman. Data ini signifikan dengan peningkatan kasus inses di Indonesia menurut Catahu 2019 (1.071 kasus). Angka yang cukup mengerikan, dan ini masalah besar. Semua orang tua yang ingin kehidupan anak-anaknya lebih baik sangat tertekan dengan angka kasus ini.

Dengan angka yang begitu besar ini, kita melihat sedikit sekali keterlibatan laki-laki. Kadang kita melihat para korban kekerasan pada perempuan ini harus berjuang dengan sesama wanita juga, atau kadang laki-laki yang ingin terlibat mengatasi ini tidak tau harus berbuat apa dan bagaimana.

Program Prevention+ bertujuan untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan dengan pendekatan pelibatan laki-laki sebagai agen perubahan dan mempromosikan nilai maskulinitas yang positif berdasarkan nilai kesetaraan dan non-kekerasan.

Nah dengan seabreg penjelasan yang panjanggggg ini, jadi solusinya bagaimana? Keterlibatan laki-laki dalam mengatasi kekerasan pada perempuan gimana? Jadi dalam webinar kali ini saya akhirnya melek, oh ternyata begini upayanya dalam garus besar.

Strategi yang dilakukan Rutgers Indonesia

  • Diskusi komunitas secara reguler untuk 4 kelompok masyarakat  terdiri dari: perempuan dewasa, laki-laki dewasa, perempuan remaja, dan laki-laki remaja
  • Pemberian Konseling untuk kasus Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS)
  • Kampanye menyeluruh melalui berbagai media, termasuk media sosial;
  • Pemberian Advokasi dari tingkat paling bawah (desa) hingga ke tingkat nasional

Masih terlalu umum ya strategi diatas jadi sebelum saya tulis mendetil, Pertama saya akan infokan dulu kemana sebaran kegiatan Rutgers Indonesia ini.

Prevention+ di wilayah Jakarta, lampung,
Yogyakarta, solo

Jadi penyebaran program Prevention+ ini sementara masih di 4 wilayah tersebut. Dan dalam pelaksanaannya Rutgers Indonesia bermitra dengan rekan-rekan yang fokus pada bidang serupa. 

Mitra kerja Rutgers Indonesia

  1. Rifka Annisa
  2. Rahima, 
  3. Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, 
  4. Sahabat Kapas, 
  5. Yabima

Kelima mitra kerja diatas, hadir pada diskusi online yang saya ikuti semalam. Dan mereka menjelaskan masing-masing bagian dan kegiatan yang dilakukan. Secara garis besar saya tuliskan sbb:

1. Rifka Annisa (Yogyakarta)

Rifka annisa diwakili oleh Defirentia One selaku direkturnya memaparkan mengapa laki-laki melakukan kekerasan, umumnya budaya dan aturan norma yang menempatkan laki-laki lebih berkuasa dan diperlakukan istimewa, karena itu laki-laki merasa berhak melakulan kekerasan. Kadang kekerasan terhadap perempuan juga di anggap budaya permisif sehingga orang lain hanya diam.

Laki-laki yang terlanjur menjadi pelaku kekerasan menjadi fokus rifka annisa untuk mendapatkan konseling. Begitupun komunitas-komunitas laki-laki lainnya mendapatkan edukasi untuk mencegah terjadinya kekerasan. Kesetaraan gender dalam rumah tangga terus digaungkan agar laki-laki dan perempuan menjadi setara dalam diperlakukan. Karena sedianya hubungan yang benar adalah hubungan yang saling memperlakukan baik, tanpa kekerasan.

Rifka Annisa sangat fokus mengajak laki-laki sebagai agen perubahan, karena laki-laki mengisi setengah populasi manusia ini sangat berpotensi mengubah keadaan, mencegah terjadinya kekerasan pada perempuan, membangun generasi laki-laki yang tidak melakukan kekerasan dan laki-laki yang melakukan kekerasan pun dibawa untuk bisa berubah.

Intervensi dilakukan ke komunitas-komunitas melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Karena itulah program Prevention+ dari Rutgers Indonesia ini akhirnya bekerjasama dengan baik dengan Rifka Annisa.

2. Rahima (Jakarta)

Narasumber Rahima diwakili oleh Direkturnya, Peri Sopariyanti memaparkan kegiatan Rahima yang bekerjasama dalam program Prevention+ dalam kaitannya dalam keagamaan. Rahima memaparkan dalam surah ar-rum 21 yang sering tertera di undangan pernikahan.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Rahima dalam hal ini melakukan penguatan ke Kepala KUA di empat wilayah yaitu Kabupaten Gunungkidul, Kulon Progo, Lampung Timur dan Tanggamus. Kerjasama KUA ini tujuannya adalah agar KUA melakukan penguatan dengan memberi buku petunjuk teknis untuk pasangan pra nikah untuk mencegah terjadinya kekerasan.

Upaya yang dilakukan oleh  Rahima adalah dalam hal pemahaman Islam dalam melihat relasi laki-laki dan perempuan terutama dalam keluarga dengan pendekatan mubadalah atau kesalingan. Dimana suami istri, atau hubungan rumah tangga adalah hubungan yang saling sayang dan mengasihi, suami istri bisa saling membantu pekerjaan masing-masing. Kesetaraan gender yang dimaksud membuat suami istri terlihat sebagai subjek, keduanya memiliki hak yang sama didengar, menyukai dan tidak menyukai sesuatu. Hal tersebut yang coba diterapkan agar hubungan terhindar dari KDRT.

3. Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR (Lampung)

Diwakili oleh manager program, yaitu Sofyan Hd. DAMAR ini gerakannya lebih terfokus pada konseling terhadap pelaku, jadi tujuannya adalah memutus rantai pelaku KDRT termasuk juga menghilangkan bibit-bibit pelaku. Karena memang dari data yang ada di Lampung. Kekerasan pada wanita 60.7% di dominasi oleh kasus KDRT, 28.2% kasus pencabulan, dan sisanya adalah kasus pemerkosaan. Dari seluruh kasus tersebut 61.6% terjadi di ranah privat. 

Itulah perlunya konseling bagi pelaku karena kebanyakan para korban tidak mau pelaku masuk penjara, mereka hanya mau pelaku berubah. Kadang pelaku pun awalnya adalah korban terstruktur misalnya dari ayah yang pelaku kekerasan, ia korban kekerasan, atau sekedar menjadi lelaki yang sejak lama tak bisa meluapkan emosi. Lalu terlampiaskan pada orang yang lebih lemah disekitarnya. Karena itu konseling ini seperti menjadi kunci perubahan. Setidaknya, para pelaku mulai berusaha berubah, mengurangi dan berusaha menghilangkan tindak kekerasan.

4. Sahabat Kapas 

Sahabat Kapas yang di wakili oleh Nurlaila Yukamujrisa selaku Manager programnya menuturkan bahwa gerakan sahabat kapas memfokuskan programny kepada anak dan remaja pelaku kekerasan berbasis gender di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). 

Melalui konseling ini anak diharapkan termotovasi untuk berubah dengan cara yang menyenangkan. Keluarga dan LPKA pun memberikan dukungan untuk menyambut perubahan tersebut. Dalam hal ini peran petugas terlatih sangat dibutuhkan agar konseling ini berhasil memutus rantai tindak kekerasan dari tahap anak dan remaja.

5. YABIMA Indonesia (Lampung)

Narasumber dari Yabima Indonesia di wakili oleh Eko Nugroho selaku Manager program. Yabima memfokuskan kegiatan dalam serial diskusi komunitas. Jadi diskusinya lebih kepada laki-laki dewasa dan remaja di 3 Kabupaten di Lampung, yaitu Lampung Timur, Lampung tengah dan kawasan konflik Agraria Mesuji.

Yabima fokus untuk melanjutkan program dari Prevention+ dengan Tema-tema (Isu strategis) seputar pelibatan laki-laki untuk mewujudkan masyarakat yang adil gender:

● Pendidikan politik petani dan posisi perempuan (petani) di dalamnya.

● Pendidikan politik pangan dan posisi perempuan (petani ) di dalamnya.

● Pendidikan ekonomi keluarga petani.

Dengan pendidikan ekonomi dan politik dan Yabima Indonesia ini diharapkan laki-laki dan perempuan mempunyai pengetahuan yang sama dan bisa saling bersinergi mewujudkan hubungan kerjasama yang lebih baik baik dalam hubungan kerja ataupun rumah tangga.

Melalui program Prevention+ dari Rutgers Indonesia ini, saya yang sangat menentang kekerasan terhadap perempuan merasa kagum dan ya, fokus prevention+ dengan melibatkan laki-laki ini sangat benar.

Tantangan yang dihadapi program ini tentu saja ada, bahkan banyak. Budaya patriarki yang berlaku di Indonesia sungguh tak mudah untuk di geser agar laki-laki dan perempuan bisa diperlakukan setara dalam suatu hubungan. Yuk nonton video perubahan di bawah ini, semoga menginspirasi.


Harapan saya, ke depannya agar Rutgers Indonesia makin meluas cakupan area programnya ke provinsi dan wilayah lainnya dan menekan angka kasus kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasa seksual.



11 comments

  1. Program yang sangat bagus, semoga ke depan semakin menyebar ke seluruh Indonesia agar angka kekerasan terhadap perempuan semakin berkurang

    ReplyDelete
  2. Tema laki-laki sebagai agen perubahan mewujudkan kekerasa seksual dan penghapusan kekerasan seksual memang insight baru dan sangat menarik bagi saya. Ini sangat penting dan perlu menjadi fokus perhatian untuk memberikan konseling terhadap kaum lelaki yang seirngnya menjadi pelaku dalam banyak kasus kekerasan dengan beragam jenisnya.

    Memberikan konseling secara intens hingga tuntas bisa menjadi harapan kita agara rantai kekerasan bisa diputus supaya tidak banyak korban dan muncul lagi pelaku -pelaku baru akibat trauma yang tidak selesai.

    ReplyDelete
  3. Jujur banget paling benci yang namanya kekerasan terhadap perempuan. Sesulit apapun masalah kekerasan itu bukan menjadi jalan keluar atau pelampiasan emosi ya.

    ReplyDelete
  4. laki laki harus jadi agen perubahan yang turut serta memberikan perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan baik fisik, verbal maupun tindakan.
    Laporkan jika menemui tindakan kekerasan terhadap perempuan

    ReplyDelete
  5. Kebanyakan pada takut keluar dari situasi tersebut ya. Hiks. Apalagi kalau udah ada anak. Banyak yg di pertimbangan. Bukan cuma pendampingan yg dibutuhkan. Tp juga perlindungan dan pemberdayaan jika ibu tidak bekerja sementara anak ikut ibu

    ReplyDelete
  6. Menarik sekali ini! Sungguhlah, makin ke sini harus semakin banyak campaign kayak gini demi kesetaraan gender yang hakiki. Supaya banyak orang2 (khususnya cowok) yang masih kolot paham betul untuk memanusiakan dan menghargai orang lain.

    Semoga dengan adanya campaign kayak gini, pelecehan seksual di Indonesia semakin berkurang.

    ReplyDelete
  7. Bener nih kalau ada berita negatif melibatkan cowok ma cewek, yang disorot seringnya ceweknya mulu ya. Kyk dulu pas perselingkuhan pejabat atau artis apalah.
    Pembullyan kyk gtu juga ternyata masuknya ke ranah kekerasan ya walaupun gak merugikan fisik tapi merugikan mental huhu

    ReplyDelete
  8. Sudah seharusnya perempuan dan anak-anak dapat perlindungan, semoga semua orang lebih peduli dan tidak ada lagi kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak

    ReplyDelete
  9. Seringkali kita bisa mendapat pelajaran dari kejadian yang ada di sekitar kita.
    Dan ada banyak keadaan yang membuat mengapa perempuan ini bucinnya kebangetan. Sampai gak menghargai kebahagiaan dirinya sendiri untuk menjadi pribadi yang bahagia.

    Setuju kak Ruli.
    Semoga programnya menjangkau luas ke seluruh Indonesia.

    ReplyDelete
  10. Senang sekali perihal kekerasan pd perempuan sudah berjalan beraamaan dan nggak sendiri atau terpisah2, krn memang PR sekali nih dimulai de edukasi dahulu bahkan. Smg memberikan dampak positif dan luas shg angka kekerasan dpt berkurang yay

    ReplyDelete
  11. Programnya bagus sekali
    Kekerasan seksual memang harus dicegah karena traumanya susah sekali untuk dihapus begitu saja apalagi pada perempuan

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan saya, Semoga bermanfaat. Ambil baiknya tinggalkan buruknya. Silakan tinggalkan komen yang santun ya tapi jangan tinggalin link hidup dan jangan berkomentar anonim ya. Apalah arti tulisan saya tanpa kehadiran kalian..